Jumat, 26 Desember 2014

MAKALAH JIHAD



PRO KONTRA JIHAD


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dalam diri manusia, kebajikan dan keburukan itu sama-sama bersanding. Oleh sebab itu, setiap manusia pasti memiliki potensi kebaikan dan juga keburukan. Keburukan itu mendorong manusia pada perilaku ketdaksewenang-wenangan, sedangkan kebajikan selalu mengantarkan kepada sebuah keharmonisan. Ketika keburukan itu mendorong pada kesewenang-wenangan, kebajikan merintih dan berseru untuk menceganhnya. Dengan demikian, lahirlah sebuah perjuangan, baik di tingkat individu maupun masyarakat dan negara. Perlu kita ketahui bahwa agama Islam datang dengan membawa nilai-nilai kebaikan dan menganjurkan manusia agar memperjuangkannya hingga mengalahkan kebatilan. Namun, hal tersebut tidak dapat terlaksana dengan sendirinya, kecuali melaui perjuangan (jihad) dalam menghadapi musuh.
Dalam Al-Qur’an, istilah Jihad sering kali disalahpahami sebagai salah satu ajaran Islam yang merupakan simbol kekerasan, kekejaman, dan terorisme. Padahal sebenarnya bukan itu maksudnya. Maksud jihad di sini adalah sebuah perjuangan untuk menuju kebaikan (di jalan Allah). Jika hal tersebut terus-terusan salah paham, maka semua itu akan menimbulkan sebuah kekerasan di tengah masyarakat. Padahal Islam datang itu merupakan rahmat bagi seluruh alam. Dan juga jihad di sini tidaklah identik dengan teroris, melainkan sebuah perjuangan untuk memerangi keburukan. Untuk lebih jelasnya, dalam makalah ini akan membahas sedikit tentang jihad.

B.  Rumusan Masalah
a)    Apa yang dimaksud dengan jihad?
b)   Bagaimana argumen para ulama’ tentang pro kontra Jihad?

C.  Tujuan
a)    Untuk mengetahui makna Jihad
b)   Untuk mengetahui argumen ulama’ tentang pro kontra jihad


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Jihad
Sebelum kita beranjak pada pembahasan argument para kaum pro kontra jihad, alangkah baiknya kita mengetahui apa itu jihad, agar  seseorang tidak salahpaham mengenai jihad. Karena biasanya, jihad itu diartikan sebagai perang, padahal sebenarnya jihad itu berarti perjuangan untuk melawan keburukan sesuai dengan ajaran Islam.
Kata Jihad berasal dari bahasa arab dari kata kata jâhada, yujâhidu, jihad, yang artinya saling mencurahkan usaha. Menurut Imam an-Naisaburi dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa jihadsecara bahasa, yaitu mencurahkan segenap tenaga untuk memperoleh maksud tertentu, atau mengeluarkan segenap pikiran, tenaga, harta dan apapun yang dimiliki dan mampu dilakukan. Kata jihad dalam Al Quran terulang sebanyak 41 kali dengan berbagai bentuknya Mu’jam Al Maqayis fi Al Lughah, “ semua kata yang terdiri dari huruf j-h-d, pada awalnya mengandung arti kesulitan atau kesukaran yang mirip dengannya.[1]Sementara dalam literatur yang lain penulis menemukan kata jihad terambil dari kata jahd yang berarti “letih/sukar”.  Di sisi lain, jihad juga berarti kemampuan yang menuntut seorang mujtahid untuk mengeluarkan segala daya dan kemampuannya dalam mencapai sebuah tujuan. Menurut mazhab Maliki, jihad berarti peperangan kaum Muslim melawan orang-orang kafir dalam rangka menegakkan kalimat Allah hingga menjadi kalimat yang paling tinggi.Para ulama mazhab Syafi’i juga berpendapat bahwa jihad berarti perang di jalan Allah.
            Sedangkan dalam agama Islam jihad berarti bekerja dengan sepenuh hati. Akan tetapi melalui tiga tahap dan syarat yang harus ditempuh  yang salah satu diantaranya adalah:
*      Adanya roh suci yang menghubungkan makhluk dengan khaliknya
*      Roh suci menimbulkan tenaga dinamis aktif yang tahu berbuat sesuai dengan tempat, waktu dan keadaan
*      Dimulai dengan ilmu yakin, yang dengan peningkatan iman sampai kepada haqqul yakin
Dalam Islam kata jihad biasa disebut dengan dzanni (ragu).Ada dzanni yang terlepas daripada waham dan syak.Maka dzanni ini mengandung arti sesuatu yang lebih memberatkan adanya daripada tidak ada.Sebab, tanda-tanda dan dalil-dalil yang menyatakan atau menerangkan adanya (benarnya) sesuatu tersebut.
Untuk dapat mengetahui pertempuran tersebut termasuk fi sabilillah ataukah bukan (termasuk dalam makna jihad diatas) ataukah hanya sekedar peperangan yang didasari ambisi golongan semata, maka perlu kita tilik fakta-fakta peperangan dalam Islam yakni :
1.    Jihad melawan orang-orang murtad
2.    Perang melawan para pengikut bughat, perang ini tidak dikatakan jihad Fi sabilillah karena :
·      Yang telah diperangi adalah orang-orang muslim
·      Orang yang mati dalam perang ini bukan termasuk kategori mati syahid
3.    Jihad melawan para pemberontak (pengacau), misalnya yang berniat menganiaya, menyamun, merampok, memperkosa dan lain-lain. Perang fi sabilillah jika yang termasuk dalam kelompok ini adalah : orang kafir musta’man, orang murtad, Ahlu Dzimmah, adapun jika menghadapi orang islam maka tidak termasuk kategori tersebut.
4.    Perang mempertahankan kehormatan secara khusus (jiwa, harta benda, dan keluaraga) atau yang biasa disebut As Siyal, islam sangat mensyariatkan seseorang agar senantiasa menjaga kehormatan, harta benda dan jiwanya, masuk dalam kategori jihad jika sasarannya adalah kaum-kaum selain muslim.
5.    Perang mempertahankan kehormatan secara umum (Membela hak Allah, membela kepentingan dan hak-hak masyarakat umum). Sekalipun objeknya sama dengan perang sebelumnya, namun yang dimaksud dengan harta benda dan kehormatan disini adalah dalam kategori miliknya sendiri, misalnya: sekelompok pelacur, penjudi serta kelompok yang melakukan pembunuhan terhadap dirinya sendiri. Inilah yang dimaksud hak-hak Allah dan masyarakat karna dapat merusak tatanan nilai yang ada dalam masyarakat serta merusak kesuciannya. Beperang untuk membersihkan pelanggaran terhadap hak Allah ini disebut dengan Taghyir Al Munkar. Perang dalam konteks ini disebut dengan jihad.
6.    Perang menentang penyelewengan Negara, Peperangan jenis ini, dalam fiqih Islam dikenal dengan beberapa istilah, seperti al-khurûj (pemisahan diri), ats-tsaurah (pemberontakan atau kudeta), an-nuhûdl (kebangkitan), al-fitnah (fitnah), qitâl azh-zhulmah (memerangi kezhaliman), qitâl al-umarâ (memerangi penguasa), inqilâb (revolusi), harakat tahririyah li tashîh al-auda (gerakan pembebasan untuk perbaikan), harb ahliyah (perang saudara), dan lain-lain
7.    Perang fitnah (perang saudara), yaitu perang yang melibatkan dua bersaudara antar sesame muslim, islam sangat melarang hal ini dan mengancam akan siksa neraka pada pelakunya.
8.    Perang melawan perampas kekuasaan, demokrasi berperan dalam hal ini karna telah lahir konteks tersebut pada zaman Rasulullah sehingga kelompok yang telah menjungjung penguasa tanpa alih tangan rakyat masuk dalam kategori perampas kekuasaan. Terdapat dua pendapat dalam hal ini, dimana Ali bin Abi Thalib memasukkannya dalam konteks jihad dengan bukti dia tidak memandikan mayat saudara muslim ketika dalam perang siffin, dan tidak pada asma binti abu bakar pada perang melawan perampas kekuasaan yakni Marwan bin Hakam.
9.    Perang melawan Ahlu Dzimmah, yaitu para orang-orang kafir yang dibebaskan memeluk agamanya dalam sebuah Negara islam dan diberikan jaminan untuk dapat menjaga ketentraman dan ketenangan penduduk muslim didalamnya, akan gugur dzimmahnya apabila telah melanggar apa yang telah diaturkan oleh Negara, dalam perang ini masuk konteks fi sabilillah.
10.     Perang ofensif untuk merampas harta benda musuh,
11.     Perang untuk menegakkan Daulah Islam, untuk menilik kategori perang ini apakah masuk dalam jihad fi sabilillah atau bukan, maka perlu kita lihat fakta sasaran yang terjadi, yakni :pertama, jika sasaran perang ini adalah orang-orang muslim yang tidak menghendaki berdirinya Daulah Islamiyah maka termasuk dalam perang melawan kaum bughat. Kedua, jika sasarannya adalah kaum kafir (Ahlu Dzimmah) yang tidak mau tunduk serta tidak menghendaki berdirinya Daulah Islamiyah maka perang tersebut menunjukkan jihad melawan kaum kafir harby. Ketiga, jika sasarannya adalah para penjajah yang tidak mau memerdekakan Negara jajahannya yang ingin menjadi Daulah Islamiyah maka perangnya masuk jihad.
12.     Perang untuk menyatukan negeri-negeri islam,Perang untuk menyatukan negeri-negeri Islam pada dasarnya tergolong perang untuk menegakkan kalimat Allah. Meskipun demikian, perlu dicermati sasarannya. Jika yang diperangi adalah orang-orang kafir atau ahlu dzimmah yang telah mencampakkan perjanjiannya, maka melawan mereka dikategorikan sebagai jihad. Akan tetapi, jika yang diperangi adalah sesama kaum Muslim yang teguh pada nasionalisme atau kebangsaannya, sementara mereka dijadikan alat oleh negara-negara kafir untuk melawan sesama kaum Muslim, maka perang melawan mereka tidak dikategorikan sebagai jihad fi sabilillah[2]
Dari beberapa fakta-fakta perang dalam islamdi atas, tentunya kita akan dapat menilik secara teliti pada suatu perselisihan apakah masuk dalam perang fi sabilillah atau bukan. Penulis menanggapi dan tersirat opini bahwasanya tidak serta merta adanya perang dapat dikategorikan dalam konteks jihad, dan tidak sepatutnya kita sebagai umat muslim tergesa-gesa untuk terhelak melakukan perang yang mengatas namakan jihad fi sabilillah sebelum mengkaji dan menghidupkan observasi apa, siapa, motiv ambisi dan sasaran yang akan dihadapi, apakah termasuk jihad ataukah bukan. Karna sampul konteks jihad dalam islam tidak serta merta terlahir, dan pada zaman Rasulullah tidak ada keabu-abuan yang sehingga jihad tersebut diragukan karna Rasulullah pada masa hidupnya tidak akan berperang kecuali dengan visi mengembangkan, mensyiarkan islam, serta menghilangkan kaum-kaum yang melakukan penghalangan terhadap tujuan beliau. 
Sebelum menginjak pembahasan pihak pro jihad, maka lebih baik lagi jika penulis sedikit mengungkapkan prasyarat-prasyarat yang harus dipenuhi ketika hendak merealisasikan perang bagi seorang mujahid, di antaranya adalah :
1.    Orang muslim: orang kafir tidak diperintahkan untuk berjhad, jihad hanya berlaku untuk orang muslim karna selain agama tersebut tidak ada pelaksanaan jihad.
2.    Mukallaf (berakal, dan sudah baligh): anak kecil dan orang gila tidak berkewajiban untuk berjihad.
3.    Mampu secara fisik dan materi: orang yang lagi sakit tidak berkewajiban untuk berjihad begitu juga orang yang tidak mempunyai harta untuk bekal jihad.
4.    Orang laki-laki: bagi perempuan tidak wajib jihad
5.    Mendapat izin dari orang tuanya. Hal ini di karenakan dalam peperangan terdapat bahaya yang sangat besar bahkan sampai bisa merenggut nyawa, sehingga ketika tidak mendapat izin dari orang tuanya seorang tidak boleh ikut berperang.
Kelima syarat yang sudah disebutkan di atas, hanya berlaku ketika kaum kafir belum memasuki daerah-daerah Daulah Islamiyah, jika telah berada dalam daulah Islamiyah, maka wajib bagi seluruh orang muslim untuk menyerukan jihad tanpa melihat syarat diatas. Setelah kita mengetahui syarat-syarat yang menentukan kategori seorang mujahid, maka selanjutnya kita akan mengulas syarat-syarat yang berhubungan dengan orang kafir, di antaranya adalah:
1.    Tidak berstatus Musta’min (diberi suaka), Mu’ahid (mengadakan perjanjian damai), atau Dzimmi (dilidungi penguasa dengan membayar jizyah untuk bertempat di Negara Islam). Karena darah mereka dijaga dalam Islam dan diakui keberadaannya.
2.    Mereka sudah menerima ajakan dan pengertian tentang Islam dan mengerti akan sebab-sebab diperanginya musuh islam.

B.  Argument Pengusung Pihak Pro Jihad
Beberapa hadist yang akan kita bahas dibawah ini akan membuka cakrawala pengetahuan kita tentang pentingnya jihad serta kuatnya dasar norma Islam baik Al Quran ataupun hadist . Hemat penulis dapat mengerti bahwa jihad merupakan sesuatu yang diwajibkan dan keharusan yang mutlak karena islam terbentuk atas penyatuan hati, jiwa dan fisiologi kaum muslim yang selalu mengharapkan adanya ketentraman bersama dan kedamaian yang abadi, sehingga selalu terbentuk keimanan yang bertambah di hati para kaum muslimin karna telah mencapai ketenangaan dalam beribadah. Adapun argumen, asumsi serta paradigma pihak pihak pro terhadap jihad adalah seperti yang telah terungkap dibawah ini :
وَعَنْ أَبِى ذَرٍ رضي اللهُ عنه قال :  قُلْتُ : يَا رسول الله , أَي الأَعْمَالِ أَفْضَلُ ؟ قَالَ : الإِيْمَانُ بِاللهِ , وَالْجِهَادُ فِى سَبِيْلِ اللهِ . متفق عليه                                                                                                      
            Abu Dzarr r.a berkata: Ya Rasulullah amal apakah yang terutama (terbaik) ? Jawab Nabi : Iman, percaya kepada Allah dan berjuang untuk menegakkan agama Allah. (Buchari Muslim)[3]
            Hadist diatas merupakan sekilas pembuka dari hadist Nabi Muhammad saw yang telah dikutip oleh penulis,  di riwayatkan oleh shahihain yang telah termasyhur sebagai Rawi hadist dan tidak diragukan lagi keahliannya dalam hal ikhwal hadist Nabi saw. Dalam hadist tersebut Nabi Muhammad saw memasukkan jihad dalam Fadhoilul ‘Amal setelah iman kepada Allah swt. Jika kita teliti dari sosiohistoris zaman yang terjadi pada masa Rasulullah adalah merupakan masa pelik penyebaran islam dimana Nabi beserta kaumnya selalu dihadapkan pada penentangan, kekejaman, hegemoni, serta anarkis kaum kafir Quraisy yang tidak senang pada agama yang telah diwahyukan pada Nabi yakni Ad Din Al Islam. Jelas saja jika jihad di jalan menegakkan agama Allah beliau perintahkan ketat demi menjaga keutuhan ummat islam serta menyebarkan agama Allah sesuai yang telah diamanatkan kepada beliau.  Jihad adalah cirri keagungan islam. Jihad adalah perisai kebenaran (yang menghalangi kejahatan dan kemungkaran untuk merusaknya).Jihad adalah akidah atau keyakinan, dan jihad adalah penolong prinsip-prinsip humanisme (rasa kemanusiaan). Dalam konteks itu Allah swt berfirman dalam surat Al Baqarah : 251, yang artinya :
       “Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini, Tetapi Allah mempunyai karunia ini yang dicurahkan atas semesta alam.”
Dalam ayat di atas, sudah jelas bahwa Allahtelah menjamin seseorang yang keluar rumah untuk berjihad dengan dorongan hanya iman kepada Allah swt, meyakini kitab Al Quranul karim, dan membenarkan para rasul Allah, disamping itu ia juga berharap rahmat, karunia dan pahala dari Nya. Dia akan mendapatkan pahala yang besar, kedudukan yang mulia, mati syahid dan masuk surga, atau mungkin juga dia dapat kembali lagi kepada keluarganya dengan membawa kemenangan dan harta rampasan serta pahala yang besar.
            Dalam riwayat sanad hadist yang lain juga disebutkan tentang jihad :
وَعَنْ سهْلٍ ابْن سعْدِ رضي الله عنه أَن رسول اللهِ . صلعم . رِبَاطُ يَوْمِ فىِ سَبِيْلِ اللهِ خَيْرٌ مِنَ الدنْيَا وَمَا عَلَيْهَا , وَمَوْضِعُ سَوْطِ أَحَدِكُمْ مِنَ اْلجَنَةِ خَيْرٌ مِنَ الدُنْيَا وَمَا عَلَيْهَا , وَالرَوْحَةُ يَرَوهُهَا الْعَبْدُ فِى سَبِيْلِ اللهِ تَعَالى أَوِ الْغَدْوَةُ خَيْرٌ مِنَ الدنْيَا وَمَا عَلَيْهَا . متفق عليه .                                                                                                                        
            Sahl bin Sa’ad r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: penjaga garis depan perjuangan fi sabilillah sehari saja lebih baik dari keuntungan dunia seisinya. Dan tempat pecut salah seorang dari kamu di sorga lebih berharga dari dunia seisinya.Dan pergi berjuang pada pagi hari atau sore fi sabilillah lebih baik dari kekayaan dunia seisinya.( Buchari, Muslim ). [4]
            Nabi mengilustrasikan shaf terdepan ketika perang di jalan Allah yakni bagaikan keuntungan yang melimpah melebihi dunia dan seisinya. Berbeda dengan melimpahnya harta dan kekayaan duniawi yang akan habis dengan kuasa Allah ketika Allah telah berkehendak untuk kenudian diambil dari tangan pemiliknya, akan tetapi tidak pada pahala serta derajat mujahid disurga yang melebihi apapun berharganya dan telah dijanjikan Allah kepada hambaNya. Perlu diketahui masih banyak hadis-hadist Nabi saw yang menguraikan adanya perintah, keutamaan, serta imbalan pahala yang besar bagi seorang mujahid yang ikhlas berperang mengorbankan nyawa, harta, serta kehormatan dan apapun yang dimilikinya demi kepentingan umat islam berperang dijalan Allah. Kemudian, selanjutnya akan diuraikan kembali salah satu dari sekian banyak hadist tentang jihad, yakni:
وَعَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْل الله صلى الله عليه وسلم . مَا مِنْ مَكْلُوْمٍ يُكْلَمُ فِى سَبِيْلِ اللهِ إِلا جَاءَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ وَكَلْمُهُ يَدْمِى اللوْنُ لَوْنُ دَمٍ , وَالرِيْحُ رِيْحُ مِسْكٍ . متفق عليه .                                                                                           
            Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah saw bersabda: Tiada orang terkena luka fisabilillah, melainkan dating pada hari kiamat sedang lukanya masih berdarah, warnanya merah darah dan bau kasturi.( Buchari, Muslim ).
            Huruf Nafi ( ma ) dalam pengertian bahwa mentiadakan sesuatu atas yang lain menunjukkan bahwa tidak ada sesuatu yang lain yang diibaratkan oleh yang ditumpu, yakni seseorang yang telah berjihad di jalan Allah melainkan dia datang pada yaumul akhirdengan wangi darahnya bagaikan minyak kasturi serta berwarna merah segar yang penulis asumsikan bahwa itu merupakan bentuk darah semangat serta rasa pasrah dalam bingkai pengorbanan dimana tidak ada visi serta misi lain selain berperang melawan kaum yang telah menentang agama Allah dan kaum-kaum yang mengolok-olok, dan tidak mau diajak pada jalan yang lurus. Mungkin pembaca bertanya, “Apa keistimewaan orang yang mati syahid itu jika mengingat bahwa orang-orang saleh lain pun akan masuk surga ?” salah satu keistimewaannya, adalah orang yang mati syahid itu akan dijamin masuk surga begitu dia mati. Hal itu sebagai suatu kemuliaan baginya. Nabi sendiripun menerangkan mengenai kedudukan orang yang mati syahid tersebut dengan sabdanya yang diriwayatkan oleh ibnu majah :
“Bumi itu tidak akan kering dari darah orang yang mati syahid, sampai dia diburu oleh kedua bidadari, yang keduanya seakan-akan yang menyusui mereka, melindungi dan menyayangi anak asuhnya disuatu tanah yang luas, sedang pada tangan keduanya terdapat pakaian yang lebih baik daripada dunia dan isinya. “
Hadist tersebut menunjukkan bahwa mati syahid itu akan langsung masuk surga begitu dia mati. Nabi Muhammad saw pun pernah memberitahukan, bahwa dimuktah orang-orang yang mati syahid itu terlihat oleh beliau berada di ranjang-ranjang surge yang terbuat dari emas.
Dari ketiga hadist di atas yang diriwayatkan oleh muttafaqun alaih, tentunya kita sebagai calon-calon pakar hadist sudah mengetahui kehebatan beliau-beliau sehingga para Ulama menjadikan hadist-hadistnya sebagai rujukan keilmuan, pengetahuan serta asumsi hukum terhadap sesuatu baik yang ada pada zaman kontemporer maupun klasik. Jika pembaca memerlukan literature untuk membuktikan pernyataan penulis diatas maka dapat disuguhkan kata-kata Ibn Katsir, bahwa :
            كِتَابُ الْبُخَارِي الصحِيْحِ , يَسْتَسْقِىْ بِقِرَاءتِهِ الْغَمَامِ , وَاَجْمَعَ عَلَى قَبُوْلِهِ وَصِحةَ مَا فِيْهِ اَهْلُ الاِسْلاَمِ .                “Kitab Shahih Bukhari itu dapat dipakai meminta hujan dengan membacanya, dan para pakar islam sepakat untuk menerima dan menyatakan keshahihannya”.[5]
مَا تَحتَ اَدِيْمِ السَمَاءِ اَصَح مِنْ كِتَابِ مُسْلِمٍ                                                                                   
Tak ada dibawah peta langit suatu kitab yang lebih shahih dari pada kitab shahih muslim. “[6]
Tidak sekedar mengusung hadist serta mengutip makna yang tersirat, penulis juga ingin memaparkan pendapat terkait peletakan makna jihad serta asumsi apakah harus benar-benar dilaksanakan dan cocok untuk di aktualisasikan dalam kehidupan ini ataukah sebaliknya.  Menurut kita sebagian ummat Nabi yang telah mendukung sepenuhnya terhadap perlakuan yang membenarkan jihad untuk membela agama islam yakni ibadah jihad mempunyai nilai yang tidak tertandingi oleh ibadah lainnya. Disisi Allah, ibadah jihad mempunyai timbangan amal yang sangat berat. Abu Hurairah ra mengatakan tentang seorang laki-laki Sahabat Rasulullah saw yang melewati suatu daerah yang pada tempat itu terdapat sebuah mata air kecil yang mengandung air yang segar. Dia berkata “Mungkin ada baiknya aku berdiam seorang diri di sini, tidak bercampur dengan orang lain ? Akan tetapi aku tidak akan melakukan ini tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Rasulullah saw.” Lalu orang itu dilaporkan kepada Rasulullah saw maka bersabdalah Rasulullah saw :
“Jangan kamu lakukan itu, sebab makom dari salah seorang dari kamu di jalan Allah Fi sabilillah lebih utama dari pada shalat dirumah sebanyak 70 tahun.Apakah kamu sekalian tidak ingin diampuni dosa oleh Allah swt. Dan dimasukkaan kedalam surge ?pergilah berperang dijalan Allah selama berhentinya anak sapi menyusui (sebentar saja) maka wajib baginya masuk surge.” (HR. Imam Tirmidzi, menurutnya hadist ini hasan. Dalam riwayat imam hakim, disebutkan bahwa hadist ini Shahih sesuai dengan syarat keshahihan Imam Muslim)
Jihad memerlukan kekuatan mental serta kesiapan jiwa untuk dapat dijadikan pondasi serta dasar utama dalam perjuangan serta pengorbanan yang besar tersebut menurut penulis, melihat sikap para kaum muslim yang telah mengidap penyakit Wahn akut, yakni cinta mati terhadap harta, duniawi, serta mengabaikan jauh kepentingan ummat islam dan perkembangan islam sendiri. Sejarah telah mencatat adanya hal tersebut sekarang dan masa depan dibuktikan dengan adanya hadist Nabi yang mengisyaratkan Bahwa ummat islam akan diibaratkan buih ditengah lautan diamana penyakit cinta dunia akan diutamakan dan diunggulkan dibandingkan dengan pembelaan terhadap islam. 
C.  Argumen Pihak Kontra Jihad
            Dalam konteks ini penulis juga memaparkan ketidaksetujuan terhadap jihad serta diharuskan untuk menunjukkan kecondongan-kecondongan kepada pihak kontra jihad dengan melontarkan argumentasi-argumentasi yang juga sama kuat dengan pihak pro. Penulis disini mengutip makna hadist yang berbunyi :
     Al sukuni meriwayatkan dari Abu ‘Abdillah Al Shadiq (a.s.): ketika Rasulullah saw, melihat pasukan* yang kembali dari sebuah peperangan beliau bersabda: “selamat dating, wahai orang-orang yang telah melaksanakan jihad kecil, dan masih harus melaksanakan jihad akbar.” Ketika orang-orang tengah bertanya tentang makna jihad akbar itu, Rasul saw menjawab: “Jihad melawan diri sendiri (jihad al nafs).”[7]
     Dari hadist diatas, kita dapat mengetahui bahwa manusia mempunyai dua dunia dan kehidupan yakni dunia duniawi yang melibatkan kegiatan-kegiatan jasmaniyah dan yang kedua, adalah dunia batiniyah yang tak tampak oleh alat indera.Dalam kebatiniahan ini manusia mempunyai beberapa pembagian maqam yang salah satunya terdapat penjaga yang mendorong kepada daya-daya intelektualitas dan keilahiyan, daya ini akan membawa manusia pada husnul akhlaq dan perbuatan-perbuatan agung dalam dunia. Ada juga kelompok maqam yang lain yang buruk dan hina sehingga mengundang menuju dunia kegelapan paling rendah dan tercela. Selalu ada pertempuran antara kekuatan-kekuatan tersebut yang telah menjadikan eksistensi manusia sebagai medan pertempuran antara kedua kubu tersebut, jika dalam diri seseorang eksistensi kebaikan ilahiyah dan intelektualis menguasai jiwa atau pola pikir seseorang maka akan menghasilkan kekuatannya sebagai makhluk yang mulia, bijak, mencapai tinggi derajat orang sukses dalam mendidik dirinya sendiri, namun apabila sebaliknya kekuatan kegelapan dan kebodohan menyelimuti sampul pribadi seseorang maka ia akan terbentuk menjadi makhluk yang keji, pembangkang syari’at serta dekat dengan pola pikir orang-orang kafir quraiys, setidaknya ini adalah seklumit pendapat penulis.
Selanjutnya penulis akan mengungkapkan derajat-derajat pada bentuk adanya manusia yang telah diciptakan oleh Allah swt untuk setiap jiwa-jiwa manusia, yaitu :
1.    Derajat pertama: Jihad Diri dalam Dunia Lahir
Ketahuilah bahwa tahapan terendah adalah eksistensi lahiriyah dan duniawi yang mencakup tingkat-tingkat awal perkembangan manusia, dari sini lah dalam tubuh manusia terlahir pasukan kebaikan dan keburukan. Kompetensi kedua kelompok akan menentukan hasil yang positif ataukah negativ pada diri seseorang, tempatnya ada tujuh yang merupakan penginderaan dari sebagiannya yakni : telinga, mata, mulut, perut, alat kelamin, tangan dan kaki. Seluruh Fakultas tersebut tersebar dalam tubuh manusia. Kemampuan imajinasi (daya khayal) adalah fakulltas jiwa yang paling penting dan paling urgen, karna fikiran dan imajinasi sangat berperan pada tindakan dan sikap emosi dalam diri seseorang baik yang terlihat atau tidak. Jika fakultas pemikiran itu mengendalikan seluruh fakultas yang lain pada keburukan, maka semuanya akan mengarahkan pada syetan dan seluruh eksistensi kehidupan manusia akan menjadi pergaulan syetan seluruh kekuatan-kekuatan kebaikan akan tunduk pada penguasaannya sehingga tak terbuka pengaruh-pengaruh baik sekalipun disadari karna telah menghambakan keburukan. Namun, jika kekuatan-kekuatan kebaikan, keimanan serta kebajikan menjadi penguasa bagi fakultas yang lain, maka dapat kita ketahui seluruh bentuk aturan syar’i dan keilahiyan yang akan berdominasi dalam akal.
Maka, dari situlah kita dapat memahami bahwa kepentingan jihad diri seseorang lebih penting daripada mati dijalan Allah, karna kesulitan derajat jihad fi sabilillah berlipat ganda dari jihad dari jihad diri. Sehingga, penulis di sini dapat mengungkapkan, «bertindaklah pada hal kecil dan maksimalkanlah diri sendiri sehingga membuka kesiapan diri untuk yang lebih besar ».
Tahapan untuk mengoptimalkan jihad diri, antara lain dapat ditempuh langkah berikut[8] :
a)    Perenungan (tafakur)
Disini tafakkur digunakann dalam arti meluangkan waktu walaupun hanya sedikit untuk sejenak merenung tentang tugas-tugas kita sebagai Hamba Allah, tentang kodrat kita sehingga diciptakan sebagai manusia, tentang maksud Allah menganugerahkan kita berbagai kenikmatan lahir dan batin, telah menganugerahkan kita kelengkapan kebutuhan dalam hidup seperti kelengkapan-kelengkapan fasilitas tubuh dan lain sebagainya. Selain itu, tafakkur terhadap pengutusan Nabi dan Rasul, yang telah mengajarkan kita arti dari islam dan cara memporeloh rahmat Allah swt, karna tanpa hal itu akan menjadikan kita manusia yang tak ber etika dan ber estetika. Maka apakah kewajiban kita terhadap Allah sang maha agung dari segalanya ? apakah seluruh hamba-hamba pilihan Allah yang mulia tersebut yang memerintahkan kita untuk mengerjakan perintahNya dan meninggalkan sifat-sifat hewaniyah tersebut adalah musuh manusia ?
Wahai para pembaca, pada dasarnya kita harus merenungkan bahwa tujuan hidup untuk memperoleh kehidupan dunia adalah sangat rendah derajatnya, karna pada hakikatnya anugerah dan rahmat Allah swt kita akan lebih bermakna untuk penggunaan maslahat-maslahat perintah dan kesejahteraan kita dirumah yang sebenarnya yakni didalam akhirat. Sepatutnya kita berkata pada diri kita :  ‘wahai kau tubuh yang berlumur lumpur dosa, kau telah menyia-nyiakan hidupmu sekian umurmu yang singkat hanya untuk mengejar kesenangan duniawi yang tak abadi diiringi hawa nafsu yang membuatmu lupa akan adanya banyak penyesalan atas perbuatan-perbuatanmu selama ini, kau harus memulai perjalanan baru kearah tujuan yang telah digariskan oleh Nya, pergunakan waktumu untuk kehidupan yang menjanjikan kenikmatan, kesenangan, keindahan hidup yang sangat abadi. Tidak usah membeli kenikmatan-kenikmatan singkat, karna kau tau ? kenikmatan itu tidak akan sebanding dengan penyiksaan dan penderitaan yang kau terima kelak .
b)   Tekad atau kehendak (‘Azm) dan kesungguhan
Langkah selanjutnya yang harus dilewati oleh orang yang berjuang untuk mencapai kebaikan ruhaniyah adalah tekad atau kesungguhan.Ini berbeda dari karsa (iradah), yang oleh Syeikh Al Rais Ibnu Sina dalam Al Isyarat, dianggap sebagai langkah pertama ‘Irfan. Beberapa Ulama besar kita juga menyatakan nahwa: ‘kehendak dan kesungguhan adalah esensi kemanusiaan dan criteria kebebasan manusia. Perbedaan tingkat derajat manusia adalah sesuai tingkat kesungguhannya masing-masing individu.’
Langkah Ini adalah sama dengan meletakkan fondasi yang baik bagi setiap manusia, semisalkan: kesungguhan untuk menghilangkan dosa-dosa dimasa lalu, memperbaiki kualitas keimana diri, melaksanakan seluruh kewajiban dan meningkatkan pekerjaan yang dianjurkan, dan akhirnya kesungguhan untuk bersikap layaknya manusia yang berakal, yaitu ia harus berpeilaku sesuai hokum yang berlaku sehingga ia mencapai derajat manusia yang sejati.
c)    Pengkondisian diri (‘Musyarathah), penkondisian diri, perenungan,  dan penilaian-penilaian diri adalah prasyarat-prasyarat utama sebagai seorang mujahid pencari kebenaran dalam dirinya. Pengkondisisn diri maksudnya adalah ketetapan hati untuk tidak melakukan apapun yang dilarang Allah swt. Disebut musyarathah, misalnya “aku tidak akan melanggar hokum Allah swt hari ini”. Suatu bentuk tipu muslihat iblis hari ini, cobalah untk bersungguh-sungguh menerapkan hal itu selamanya, Inilah bentuk perlawanan terhadap iblis yang berusaha mempengaruhi kita, sehingga sedikit-demi sedikit kita dapat mengendalikan pasukan-pasukan iblis penghuni neraka.
d)   Menjaga diri dari keburukan (muraqabah), dalam tahap musyarathah, seorang mujahid terpusat pada setiap perbutan-perbuatnnya, perjuangan yang harus terus berlanjut untuk dapat menepati janji memperbaiki diri, menganggap bahwa bisikan iblis selalu dating tanpa henti dalam proses hidup. Dengan mengakui seluruh anugerah dan rahmaNya, seorang mujahid tidak akan pernah benhenti beribadah karna ia menngaggap pemberianNya lebih dari apapun yang dia lakukan. Suatu pembuktian apakah dia telah jujur atau tidak pada sang Khaliq yang hanya kepadanya setiap manusia bertanggung jawab. Dan sadarlah bahwa kau telah maju satu langkah derajat kemuliaan yang menjadi perhatianNya. Hal ini akan membawanya pada kebiasaan-kebiasaan orang shaleh. Jika sekali dia tergelincir oleh bisikan iblis, semoga secepatnya Allah kembali meluruskanmu.
e)    Mengingat Allah ( Tadzakkur ), satu hal yang perlu diingat oleh mujahid nafs ketika ia tengah mendengar bisikan iblis adalah mengingat Allah swt secara terus menerus. Mengingat Allah adalah mengingat dan menyadari seluruh pemberianNya sehingga ia menguatkan keinginan untuk berterimakasih yang pada dasrnya itu adalah ungkapan alamiyah yang telah ada dalam setiap manusia.
Medan perang yang lebih besar dari menghadapi 1000 musuh didepan mata yang tengah menggilas pedangnya, adalah perang melawan dirimu sendiri, dunia gaib dalam diri dan tingkat kedua jihad ini.
2.    Derajat Kedua : Jihad Diri dalam Dunia Batin
Jiwa manusia memiliki wilayah kekuasaan spesifik dan memiliki dimensi yang spesifik pula yang menempati derajat lebih tinggi. Eksistensi kekuatan-kekuatan lahiriyah yang disana merupakan medan pertempuran dan seleksi alam antara kekuatan-kekuatan ilahiah dan kekuatan setan yang powernya akan menentukan mana yang akan mendominasi. Semua yang lahir dari dunia lahiriyah mengalir ke dunia gai bini dan diaktualisasikan disini. Kekuatan apapun yang menang disini entah itu kekuatan kebaikan atau setan pasti akan menang didunia lahir pula. Karena itu, jihad diri sendiri sekali ditekannkan lebih penting bagi seorang pemikir besar. Disinilah tempat penentu dari adanya kebahagiaan, kesedihan, sumber kenaikan dan kemuliaan atau kerendahan dan kerusakan diri. Maka, dalam hal ini manusia mesti benar-benar sadar diri selama melaksanakan jihad ini.Ketika kekuatan ilahiyah telah tunduk dan takluk, serta kekosongan diri telah diisi oleh pasukan iblis, maka saat itulah manusia telah mengalami kerugian yang tak akan pernah diperbaiki lagi. Bahkan syafaat pun tidak dapat menolongnya, sehingga bisa jadi ia akan memusuhi orang-orang yang memintakan ampun.
Seluruh bentuk siksaan didunia ini bukanlah apa-apa dibandingkan dengan penderitaan yang harus dialami di hari akhir kelak. Pandangan yang biasa terjadi pada manusia bahwa setiap perbuatan baik tidak akan langsung terlihat sehingga membuat mereka menyepelekan kebaikan yang benar-benar nyata.
Sesungguhnya adalah surge dan neraka bagi segala macam perbuatan itu ada dan lebih penting dari jannah liqa’ (surge pertemuan dengan Nya) dan jahannam al firaq (neraka pemisahan dariNya), ini dianggap penting namun tersembunyi dari dari pandangan mata kita.Semua riwayat mengenai perbincangan tentang surge dari moralitas dan perbuatan baik, dan juga neraka dari moralitas perbuatan buruk dan benar adanya tentang keadaan-keadaan lain disini.
Mintalah perlindungan dari Allah, yang maha pengasih lagi maha penyayang dengan doa dan ratapan rendah menyadari akan kodratmu yang benar-benar terlihat hina sehingga Dia melindungimu dalam perang suci melawan diri jasmaniyah mu hingga dirimu memperoleh kenikmatan, serta kemenangan, dan wilayah-wilayah hatimu terbebas dari pengaruh-pengaruh buruk.
Kekuatan-kekuatan batin
Perlu kita ketahui bahwa Allah telah menciptakan beberapa daya dan fakultas dalam dunia gaib batin manusia, yang semuanya bermanfaat luar biasa bagi kita. Yaitu: Al Quwwah Al Wahmiyah (daya imajinasi atau penciptaan), al quwwah al ghadabiyah (daya nafsu atau amarah), al quwwah al syahsyiyah (daya syahwat) masing-masing dari kekuatan tersebut cukup memberikan manfaat dalam kehidupan manusia seperti kelestarian species manusi, dan terjadinya ketertarikan manusia terhadap dunia ini maupun akhirat yang telah dibahas cukup panjang oleh para ulama kita. Yang terpenting adalah, bahwa kekuatan-kekuatan tersebut adalah sumber dari terciptanya sifat-sifat baik ataupun buruk dan seluruh bentuk kekuatan gaib yang tinggi. Ringkasnya adalah, manusia merupakan makhluq terindah yang diciptakan Allah dari kesemuanya, sehingga para filosof dan ilmuwan terkadang merasa takjub dengan cara kerjanya yang sempurna dari ketiga kekuatan tersebut. Ketiga kekuatan itu juga akan menentukan bentuk yang akan terjadi pada diri manusia kelak di alam barzakh mapun pada hari akhir, jika diri dan batinnya bersifat manusia maka penampilan samawinya juga akan tampak seperti manusia, namun jika diri batinnya dikuasai oleh quwwah as syahsiyah dan sifat kebinatangan, maka samawinya juga akan menyerupai binatang buas.
Bentuk terakhir ketika manusia mengalami kematian, maka itulah bentuknya ketika didalam hari akhir karena ketika jiwa terpisah dari tubuh jasmaninya pada keadaan dan bentuk itulah manusia memasuki alam barzakh. Allah sendiri telah berkata bahwa dihari akhir beberapa orang akan bertanya kepadaNya mengapa ia membangkitkannya dalam keadaan buta tanpa mengetahui keadaan yang terjadi padanya padahal mereka mempunyai mata ketika akan meninggal. Allah akan menjawab bahwa karena mereka tidak memperhatikan tanda-tandaNya yang nyata didunia maka diapun melalaikan dan tidak memperhatikan mereka.
Wahai engkau manusia pribadi yang malang, kau hanya memiliki penglihatan lahiriyah, karna pada hakikatnya batinmu telah buta sehingga engkau tidak dapat melihat kuasaNya dan kekuatanNya dank au baru menyadari kebutaanmu itu saat ini ketika waktu telah ada diujung tanduk, dimana tidak ada lagi kesempatan yang lebih lama lagi untuk memperbaiki yang salah.
Jadikanlah bentukmu manusia sehingga dialam barzakh engkau terbentuk layaknya makhluq yang paling sempurna, dan ketika itu engkau bebas meninggikan dirimu.
Bagaimana mengatur Naluri Manusia
Ketiga kekuatan, wahm ( daya imajinasi dan penciptaan), (konsep-konsep), ghadab (daya amarah atu nafsu), dan yang ketiga yaitu syahwah (syahwat) juga memilki aspek ilahiyyah, dan dapat membawa pada kebahagiaan dan keselamatan bagi manusia juga akan berubah sebaliknya, tergantung sebaik apa ia dapat mengatur ketiga kkekuatan tersebut sehingga masih dalam koridor Allah ataukah berubah keluar dari hal itu. Bukan rahasia lagi jika para Rasul dan Nabi-nabi Allah meminta untuk mengubah serta membunuh ketiga kekuatan daya tersebut tetapi Allah tidak pernah memusnahkannya akan tetapi memerintahkan mereka untuk menyusun strategia agar dapat mengekang agar dakya-daya tersebut dapat tunduk dan berjalan diatas hokum-hukum Allah swt.
Para Rasul saw diutus kedunia agar dapat membrikan petunjuk bagi manusia agar mereka dapat menjauhkan manusia dari sifat-sifat keterlaluan dan berlebihan sehingga manusia dapat melangkahi kehidupan diatan norma hokum yang telah ditentukan Allah.
Cara mengekang khayalan dan imajinasi
Imajinasi ibarat burung yang selalu terbang bebas sesuka hatinya dan singgah dipohon-pohon sekehendaknya, dalam terbangnya ia akan menemukan kemalangan. Khayalan adalah salah satu media syetan dan iblis dalam memperalat manusia sehingga ia takluk dibawah kendalinya, ia selalu berusaha memikat manusia untuk melakukan hal-hal yang tidak senonoh.
Seorang mujahid nafs yang telah berpegang teguh pada komitmen yang dibuatnya harus benar-benar bersungguh-sungguh untuk mensucikan dirinya sehingga ia selalu terfokus untuk selalu mengekang imajinasinya agar tidaklah terbang kemana-mana sehingga melewati batas, dan selalu mengarahkannya pada gagasan-gagasan yang mulia dan tinggi. Pada dasarnya semuanya akan tampak sangat sulit karna pasukan iblis selalu memperlihatkan keindahan pada yang buruk dalam melaksanakan misinya mencari pasukan menuju neraka Allah swt.
Penilaian dan penghitungan manfaat dan mudharat
Suatu hal yang perlu dikuti dengan benar adalah penilaian dan penghitungan kebaikan dan keburukan yang harus benar-benar ditimbang dengan baik tentang manfaat dan kemudharatannya.Seorang manusia yang berakal harus lah menimbang untung ruginya suatu perbuatan buruk yang merupakan hasil dari syahwat, amarah, imajinasi yang berada dibawah kendali iblis.
Penulis menilik argument-argumen para pihak kontra yang disertai setting opini penulis pula yang mengungkapkan bahwa ummat islam terlebih dahulu secara tidak terbaca sebelumnya haruslah menciptakan ketentraman dirinya dalam beragama yakni dengan jihad melawan hawa nafsunya, karna memaknai hadist yang telah disampaikan Rasulullah saw bahwa perang paling besar dalam diri manusia adalah melawan kekuatan daya yang ada pada dirinya sendiri dibandingkan berperang dihadapan musuh dalam medan yang panas. Logika penulis adalah bahwa setiap perbuatan yang besar tidak luput dari peran yang kecil, artinya sebuah jihad berperang dijalan Allah tidak akan berangkat dari manusia-manusia yang kalah terhadap iblis yang secara terang-terangan mengidap dibalik alam bawah sadarnya. Kita ketahui bahwa kehidupan kita setiap waktu belum tentu dapat kita ukur menuju arah yang lebih baik atau tidak, kita bisa mengurangi jumlah pasukan iblis ataukah tidak.Pendek pikiran, lalu apakah tidak terdapat kejanggalan jika kita menyerukan jihad melawan orang-orang kafir sementara iblis dalam hati kita masih masih setia bersarang. Menurut penulis sendiri pengertian jihad tidak hanya berperang menabuh genderang, menyisihkan sebagian harta kita demi kemaslahatan ummat islam juga merupakan jihad, tidak hanya itu, usaha untuk menggali ilmu pengetahuan islam dalam ala qauran dan hadist itu pula termasuk jihad dalam meningkatkan intelektualisme dikalangan pemikiran islam karna tipu muslihat orang-orang kafir yang ingin menghancurkan kesatuan islam karna ketakutan mereka terhadap kaumnya yang akan mencintai islam, juga karna kebodohan ummat islam yang tidak dapat menerawang strategi kaum kafir.
Penulis sedikit ingin berargumen tentang pengertian umum dari balik makna jihad, tentunya kita sebagai akademisi yang berdialektika tidak hanya mencerna makna jihad harus literlek pada teks makna yang tersirat dalam al Quran karna masih banyak bentuk perluasan makna yang dapat diambil dari kritis social dan konteks yang terjadi dalam masyarakat kita, menyerukan jihad perlu banyak pertimbangan-pertimbangan yang matang termasuk dari kepala Negara yang berkuasa, terutama dalam membantu sesame muslim kita yang tengah menginginkan keharmonisan hidup. Penulis pernah mendengar pidato penguasa negeri tertindas seperti Israel bahwa mereka tidak menginginkan kehancuran yang sama pada kaum muslim didaerah daulah islamiyah yang lain sehingga juga menimbulkan ketegangan social diantara semua negeri muslim dan kafir sehingga bukan penyelesaian yang berujung kedamaaian yang akan didapakan akan tetapi menimbulkan dendam api baru diantara banyak negeri muslim sementara islam adalah agama yang menjungjung tinggi toleransi atas ketenangan umat beragama yang lain.
Selanjutnya, penulis mengungkapkan bahwa dalam islam tidak megajarkan paradigma fundamentalis, radikal dan liberalis ataupun yang paling ringan adalah kelompok moderat. Islam yang mencintai dan berpegang teguh terhadap ajaran Rasulullah saw yang bersih dari pengaruh-pengaruh kaum kafir tidak ada kotak-kotak atau garis-garis pembeda antar sesame kaum muslim karna Rasulullah saw selalu menghimbau kepada kita untuk selalu menyatukan banyak perbedaan demi kekuatan kesatuan islam.
Menurut hemat kami, label jihad yang ada ditengah-tengah konteks pembicaraan Negara kita saat ini hanyalah bentuk strategi kaum kafir yang telah mengubah mindset orang muslim untuk berparadigma bahwa islam wajib tegas, radikal, liberal bahkan anarkis sehingga bersampul teroris dan peka terhadap ancaman-ancaman ummat beragama lainnya yang bermotif mengahnacurkan islam atau perlakuan kaum musuh dalam selimut (syi’ah ekstrem)
















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
ü Jihad merupakan aktivitas yang unik, menyeluruh, dan tidak dapat dipersamakan dengan aktivitas lain sekalipun sama-sama aktivitas keagamaan, karna penulis mengaganggap jihad mempunyai nilai tersendiri. Tidak ada satu amalan keagamaan yang tidak disertai dengan jihad. Dan jihad paling kecil yang wajib dilakukan oleh setiap orang mukmin adalah jihad melawan hawa nafsunya sendiri yang mengajak pada kecelakaan dan kesengsaraan hidup.
ü Seorang mukmin pastilah mujahid, dan tidak perlu izin atau restu untuk melakukannya. Ini berbeda dengan orang munafik. Seperti keterangan dalam surat QS At Taubah ayat 44 dan ayat 81 dimana terdapat penjelasan bahwasanya mukmin adalah mujahid, karena jihad merupakan perwujudan identitas kepribadian muslim.
ü Janganlah terlalu memperbesar pendugaan bahwa yang meninggal dimedan juang sebagai orang-orang mati. Tetapi mereka hidup memperoleh rezekinya disisi Allah swt.( QS. 3. : 169). Karena jihad adalah perwujudan kepribadian.Amaka tidak dibenarkan adanya jihad yang bertentangan dengan fitrah kemanusiaan.Bahkan bila jihad dipergunakan untuk memaksa berbuat kebatilan. Harus ditolak sekalipun diperintahkan oleh kedua orang tua.
ü Mareka yang berjihad pasti akan diberi petunjuk dan jalan untuk mencapai cita-citanya.
Kritik Dan Saran
Kritik dan saran sangat dibutuhkan oleh penulis semata-mata untuk perbaikan dan evaluasi ilmiah karya selanjutnya.Kami sebagai penulis mengharapkan saran yang sangat membangun, bukan hanya sekedar ocehan tanpa rasional.





DAFTAR PUSTAKA
Khomeini, Imam. 1989. 40 Hadist Nabi saw atas Hadis-hadist Mistis dan Akhlaq. Bandung: Mizan IKAPIhah,
        Abazhaah, Nizar. 2010. Sekolah Cinta Rasulullah (Kisah Suka Duka Generasi Muslim Pertama). Jakarta: Zaman
        Syafe’I, Rahmat. 2010. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung : CV. Pustaka  Setia
Al Baisyuni, Ahmad. 1994. Syarah Hadist, Cuplikan dari Sunnah Nabi Muhammad saw. Bandung: Trigenda Karya
Azzam, Abdulllah. 2001. Membela negeri Kaum muslimin.Islamabad: Dar Al Aman
Nasib Ar Rifa’I, Muhammad. 1989.Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir.Jakarta: Gema Insani.
Syihab, Qurays. 1996. Wawasan Al Quran. Bandung : mizan



[1] Quraisys Shihab. Wawasan Al Quran. Hlm 501
[2] DR. syeikh Abdullah Azzam. Jihad membela negeri Kaum Muslimin.Islmabad. Hlm 97
[3] Bahreisy, Salim .Terjemah Riyadlus Shalihin karya Imam Nawawi.Hlm . 270
[4]Ibid. hlm. 271
[5] Al Baisyuni, Syeh ahmad. Syarah Hadist: Sunnah Nabi Muhammad saw. Hlm. 27
[6] Ibid hlm 27
[7] Imam Khomeini. 40 hadist. Hlm 11
[8] Ibid hlm 12