PRO KONTRA JIHAD
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam diri manusia, kebajikan dan keburukan
itu sama-sama bersanding. Oleh sebab itu, setiap manusia pasti memiliki potensi
kebaikan dan juga keburukan. Keburukan itu mendorong manusia pada perilaku
ketdaksewenang-wenangan, sedangkan kebajikan selalu mengantarkan kepada sebuah
keharmonisan. Ketika keburukan itu mendorong pada kesewenang-wenangan,
kebajikan merintih dan berseru untuk menceganhnya. Dengan demikian, lahirlah
sebuah perjuangan, baik di tingkat individu maupun masyarakat dan negara. Perlu
kita ketahui bahwa agama Islam datang dengan membawa nilai-nilai kebaikan dan
menganjurkan manusia agar memperjuangkannya hingga mengalahkan kebatilan.
Namun, hal tersebut tidak dapat terlaksana dengan sendirinya, kecuali melaui
perjuangan (jihad) dalam menghadapi musuh.
Dalam Al-Qur’an, istilah Jihad sering kali
disalahpahami sebagai salah satu ajaran Islam yang merupakan simbol kekerasan,
kekejaman, dan terorisme. Padahal sebenarnya bukan itu maksudnya. Maksud jihad
di sini adalah sebuah perjuangan untuk menuju kebaikan (di jalan Allah). Jika
hal tersebut terus-terusan salah paham, maka semua itu akan menimbulkan sebuah
kekerasan di tengah masyarakat. Padahal Islam datang itu merupakan rahmat bagi
seluruh alam. Dan juga jihad di sini tidaklah identik dengan teroris, melainkan
sebuah perjuangan untuk memerangi keburukan. Untuk lebih jelasnya, dalam
makalah ini akan membahas sedikit tentang jihad.
B. Rumusan Masalah
a) Apa yang dimaksud dengan jihad?
b) Bagaimana argumen para ulama’ tentang pro
kontra Jihad?
C. Tujuan
a) Untuk mengetahui makna Jihad
b) Untuk mengetahui argumen ulama’ tentang pro
kontra jihad
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jihad
Sebelum kita beranjak pada pembahasan argument
para kaum pro kontra jihad, alangkah baiknya kita mengetahui apa itu jihad,
agar seseorang tidak salahpaham mengenai
jihad. Karena biasanya, jihad itu diartikan sebagai perang, padahal sebenarnya
jihad itu berarti perjuangan untuk melawan keburukan sesuai dengan ajaran
Islam.
Kata Jihad berasal dari bahasa arab
dari kata kata jâhada, yujâhidu, jihad, yang artinya saling mencurahkan
usaha. Menurut Imam an-Naisaburi dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa jihadsecara
bahasa, yaitu mencurahkan segenap tenaga untuk memperoleh maksud tertentu, atau
mengeluarkan segenap pikiran, tenaga, harta dan apapun yang
dimiliki dan mampu dilakukan. Kata jihad dalam Al Quran terulang sebanyak 41
kali dengan berbagai bentuknya Mu’jam Al Maqayis fi Al Lughah, “ semua
kata yang terdiri dari huruf j-h-d, pada awalnya mengandung arti kesulitan atau
kesukaran yang mirip dengannya.[1]Sementara dalam literatur yang lain penulis menemukan kata jihad terambil dari
kata jahd yang berarti “letih/sukar”. Di sisi lain, jihad
juga berarti kemampuan yang menuntut seorang mujtahid untuk mengeluarkan segala
daya dan kemampuannya dalam mencapai sebuah tujuan. Menurut mazhab Maliki,
jihad berarti peperangan kaum Muslim melawan orang-orang kafir dalam rangka
menegakkan kalimat Allah hingga menjadi kalimat yang paling tinggi.Para ulama
mazhab Syafi’i juga berpendapat bahwa jihad berarti perang di jalan Allah.
Sedangkan dalam agama
Islam jihad berarti bekerja dengan sepenuh hati. Akan tetapi melalui tiga tahap dan syarat yang harus ditempuh yang salah satu diantaranya adalah:
* Adanya roh suci yang menghubungkan makhluk dengan khaliknya
* Roh suci menimbulkan tenaga dinamis aktif yang tahu berbuat sesuai
dengan tempat, waktu dan keadaan
* Dimulai dengan ilmu yakin, yang dengan peningkatan iman sampai
kepada haqqul yakin
Dalam Islam
kata jihad biasa disebut dengan dzanni (ragu).Ada dzanni yang terlepas daripada
waham dan syak.Maka dzanni ini mengandung arti sesuatu yang lebih memberatkan
adanya daripada tidak ada.Sebab, tanda-tanda dan dalil-dalil yang menyatakan
atau menerangkan adanya (benarnya) sesuatu tersebut.
Untuk dapat mengetahui pertempuran tersebut termasuk fi sabilillah ataukah
bukan (termasuk dalam makna jihad diatas) ataukah hanya sekedar peperangan yang
didasari ambisi golongan semata, maka perlu kita tilik fakta-fakta peperangan
dalam Islam yakni :
1.
Jihad melawan
orang-orang murtad
2.
Perang melawan
para pengikut bughat, perang ini tidak dikatakan jihad Fi sabilillah karena :
· Yang telah diperangi adalah orang-orang muslim
· Orang yang mati dalam perang ini bukan termasuk kategori mati
syahid
3.
Jihad melawan
para pemberontak (pengacau), misalnya yang berniat menganiaya, menyamun,
merampok, memperkosa dan lain-lain. Perang fi sabilillah jika yang termasuk
dalam kelompok ini adalah : orang kafir musta’man, orang murtad, Ahlu Dzimmah,
adapun jika menghadapi orang islam maka tidak termasuk kategori tersebut.
4.
Perang
mempertahankan kehormatan secara khusus (jiwa, harta benda, dan keluaraga) atau
yang biasa disebut As Siyal, islam sangat mensyariatkan seseorang agar
senantiasa menjaga kehormatan, harta benda dan jiwanya, masuk dalam kategori
jihad jika sasarannya adalah kaum-kaum selain muslim.
5.
Perang
mempertahankan kehormatan secara umum (Membela hak Allah, membela kepentingan
dan hak-hak masyarakat umum). Sekalipun objeknya sama dengan perang sebelumnya,
namun yang dimaksud dengan harta benda dan kehormatan disini adalah dalam
kategori miliknya sendiri, misalnya: sekelompok pelacur, penjudi serta kelompok
yang melakukan pembunuhan terhadap dirinya sendiri. Inilah yang dimaksud hak-hak
Allah dan masyarakat karna dapat merusak tatanan nilai yang ada dalam
masyarakat serta merusak kesuciannya. Beperang untuk membersihkan pelanggaran
terhadap hak Allah ini disebut dengan Taghyir Al Munkar. Perang dalam
konteks ini disebut dengan jihad.
6.
Perang
menentang penyelewengan Negara, Peperangan jenis ini, dalam fiqih Islam dikenal
dengan beberapa istilah, seperti al-khurûj (pemisahan diri), ats-tsaurah
(pemberontakan atau kudeta), an-nuhûdl (kebangkitan), al-fitnah
(fitnah), qitâl azh-zhulmah (memerangi kezhaliman), qitâl al-umarâ
(memerangi penguasa), inqilâb (revolusi), harakat tahririyah li
tashîh al-auda (gerakan pembebasan untuk perbaikan), harb ahliyah
(perang saudara), dan lain-lain
7.
Perang fitnah
(perang saudara), yaitu perang yang melibatkan dua bersaudara antar sesame
muslim, islam sangat melarang hal ini dan mengancam akan siksa neraka pada
pelakunya.
8.
Perang melawan
perampas kekuasaan, demokrasi berperan dalam hal ini karna telah lahir konteks
tersebut pada zaman Rasulullah sehingga kelompok yang telah menjungjung
penguasa tanpa alih tangan rakyat masuk dalam kategori perampas kekuasaan.
Terdapat dua pendapat dalam hal ini, dimana Ali bin Abi Thalib memasukkannya
dalam konteks jihad dengan bukti dia tidak memandikan mayat saudara muslim ketika
dalam perang siffin, dan tidak pada asma binti abu bakar pada perang melawan
perampas kekuasaan yakni Marwan bin Hakam.
9.
Perang melawan
Ahlu Dzimmah, yaitu para orang-orang kafir yang dibebaskan memeluk agamanya
dalam sebuah Negara islam dan diberikan jaminan untuk dapat menjaga ketentraman
dan ketenangan penduduk muslim didalamnya, akan
gugur dzimmahnya apabila telah melanggar apa yang telah diaturkan oleh Negara,
dalam perang ini masuk konteks fi sabilillah.
10.
Perang ofensif
untuk merampas harta benda musuh,
11.
Perang untuk
menegakkan Daulah Islam, untuk menilik kategori perang ini apakah masuk dalam
jihad fi sabilillah atau bukan, maka perlu kita lihat fakta sasaran yang
terjadi, yakni :pertama, jika sasaran
perang ini adalah orang-orang muslim yang tidak menghendaki berdirinya Daulah
Islamiyah maka termasuk dalam perang melawan kaum bughat. Kedua, jika
sasarannya adalah kaum kafir (Ahlu Dzimmah) yang tidak mau tunduk serta tidak
menghendaki berdirinya Daulah Islamiyah maka perang tersebut menunjukkan jihad
melawan kaum kafir harby. Ketiga, jika sasarannya adalah para penjajah
yang tidak mau memerdekakan Negara jajahannya yang ingin menjadi Daulah
Islamiyah maka perangnya masuk jihad.
12.
Perang untuk
menyatukan negeri-negeri islam,Perang untuk menyatukan negeri-negeri Islam pada
dasarnya tergolong perang untuk menegakkan kalimat Allah. Meskipun demikian,
perlu dicermati sasarannya. Jika yang diperangi adalah orang-orang kafir atau
ahlu dzimmah yang telah mencampakkan perjanjiannya, maka melawan mereka dikategorikan
sebagai jihad. Akan tetapi, jika yang diperangi adalah sesama kaum Muslim yang
teguh pada nasionalisme atau kebangsaannya, sementara mereka dijadikan alat
oleh negara-negara kafir untuk melawan sesama kaum Muslim, maka perang melawan
mereka tidak dikategorikan sebagai jihad fi sabilillah[2]
Dari beberapa
fakta-fakta perang dalam islamdi atas, tentunya kita
akan dapat menilik secara teliti pada suatu perselisihan apakah masuk dalam
perang fi sabilillah atau bukan. Penulis menanggapi dan tersirat opini
bahwasanya tidak serta merta adanya perang dapat dikategorikan dalam konteks
jihad, dan tidak sepatutnya kita sebagai umat muslim tergesa-gesa untuk
terhelak melakukan perang yang mengatas namakan jihad fi sabilillah sebelum
mengkaji dan menghidupkan observasi apa, siapa, motiv ambisi dan sasaran yang
akan dihadapi, apakah termasuk jihad ataukah bukan. Karna sampul konteks jihad
dalam islam tidak serta merta terlahir, dan pada zaman Rasulullah tidak ada
keabu-abuan yang sehingga jihad tersebut diragukan karna Rasulullah pada masa
hidupnya tidak akan berperang kecuali dengan visi mengembangkan, mensyiarkan
islam, serta menghilangkan kaum-kaum yang melakukan penghalangan terhadap
tujuan beliau.
Sebelum
menginjak pembahasan pihak pro jihad, maka lebih baik lagi jika penulis sedikit
mengungkapkan prasyarat-prasyarat yang harus dipenuhi ketika hendak
merealisasikan perang bagi seorang mujahid, di antaranya adalah :
1.
Orang muslim: orang kafir tidak diperintahkan
untuk berjhad, jihad hanya berlaku untuk orang muslim karna selain agama
tersebut tidak ada pelaksanaan jihad.
2.
Mukallaf (berakal, dan sudah baligh): anak
kecil dan orang gila tidak berkewajiban untuk berjihad.
3.
Mampu secara fisik dan materi: orang yang lagi
sakit tidak berkewajiban untuk berjihad begitu juga orang yang tidak mempunyai
harta untuk bekal jihad.
4.
Orang laki-laki: bagi perempuan tidak wajib
jihad
5.
Mendapat izin dari orang
tuanya. Hal ini di karenakan dalam peperangan terdapat bahaya yang sangat besar
bahkan sampai bisa merenggut nyawa, sehingga ketika tidak mendapat izin dari
orang tuanya seorang tidak boleh ikut berperang.
Kelima syarat yang sudah disebutkan di atas, hanya berlaku ketika kaum kafir belum memasuki daerah-daerah Daulah
Islamiyah, jika telah berada dalam daulah Islamiyah, maka wajib bagi seluruh
orang muslim untuk menyerukan jihad tanpa melihat syarat diatas. Setelah kita mengetahui syarat-syarat yang menentukan kategori seorang mujahid, maka selanjutnya kita akan mengulas
syarat-syarat yang berhubungan dengan orang kafir, di antaranya adalah:
1.
Tidak berstatus Musta’min
(diberi suaka), Mu’ahid (mengadakan perjanjian damai), atau Dzimmi
(dilidungi penguasa dengan membayar jizyah untuk bertempat di Negara
Islam). Karena darah mereka dijaga dalam Islam dan diakui keberadaannya.
2.
Mereka sudah
menerima ajakan dan pengertian tentang Islam dan mengerti akan sebab-sebab
diperanginya musuh islam.
B. Argument Pengusung Pihak Pro Jihad
Beberapa hadist yang akan kita bahas dibawah ini akan membuka cakrawala
pengetahuan kita tentang pentingnya jihad serta kuatnya dasar norma Islam baik
Al Quran ataupun hadist . Hemat penulis dapat mengerti bahwa jihad merupakan sesuatu
yang diwajibkan dan keharusan yang mutlak karena islam terbentuk atas penyatuan
hati, jiwa dan fisiologi kaum muslim yang selalu mengharapkan adanya
ketentraman bersama dan kedamaian yang abadi, sehingga selalu terbentuk
keimanan yang bertambah di hati para kaum muslimin karna telah mencapai
ketenangaan dalam beribadah. Adapun argumen, asumsi serta paradigma pihak pihak
pro terhadap jihad adalah seperti yang telah terungkap dibawah ini :
وَعَنْ أَبِى ذَرٍ رضي اللهُ عنه قال : قُلْتُ : يَا رسول الله , أَي الأَعْمَالِ
أَفْضَلُ ؟ قَالَ : الإِيْمَانُ بِاللهِ , وَالْجِهَادُ فِى سَبِيْلِ اللهِ . متفق
عليه
“Abu Dzarr r.a berkata: Ya Rasulullah amal
apakah yang terutama (terbaik) ? Jawab Nabi : Iman, percaya kepada Allah dan
berjuang untuk menegakkan agama Allah. (Buchari Muslim”)[3]
Hadist diatas merupakan sekilas pembuka
dari hadist Nabi Muhammad saw yang telah dikutip oleh penulis, di riwayatkan oleh shahihain yang
telah termasyhur sebagai Rawi hadist dan tidak diragukan lagi keahliannya dalam
hal ikhwal hadist Nabi saw. Dalam hadist tersebut Nabi Muhammad saw memasukkan
jihad dalam Fadhoilul ‘Amal setelah iman kepada Allah swt. Jika kita
teliti dari sosiohistoris zaman yang terjadi pada masa Rasulullah adalah
merupakan masa pelik penyebaran islam dimana Nabi beserta kaumnya selalu
dihadapkan pada penentangan, kekejaman, hegemoni, serta anarkis
kaum kafir Quraisy yang tidak senang pada agama yang telah diwahyukan pada Nabi
yakni Ad Din Al Islam. Jelas saja jika jihad di jalan menegakkan agama
Allah beliau perintahkan ketat demi menjaga keutuhan ummat islam serta
menyebarkan agama Allah sesuai yang telah diamanatkan kepada beliau. Jihad adalah cirri keagungan islam. Jihad
adalah perisai kebenaran (yang menghalangi kejahatan dan kemungkaran untuk
merusaknya).Jihad adalah akidah atau keyakinan, dan jihad adalah penolong
prinsip-prinsip humanisme (rasa kemanusiaan). Dalam konteks itu Allah swt
berfirman dalam surat Al Baqarah : 251, yang artinya :
“Seandainya
Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain,
pasti rusaklah bumi ini, Tetapi Allah mempunyai karunia ini yang dicurahkan
atas semesta alam.”
Dalam ayat di atas, sudah jelas bahwa Allahtelah menjamin seseorang yang keluar
rumah untuk berjihad
dengan dorongan hanya iman kepada Allah swt, meyakini kitab Al Quranul karim,
dan membenarkan para rasul Allah, disamping itu ia juga berharap rahmat, karunia dan pahala dari
Nya. Dia akan mendapatkan pahala yang besar, kedudukan yang mulia, mati syahid
dan masuk surga, atau mungkin juga dia dapat kembali lagi kepada keluarganya dengan membawa
kemenangan dan harta rampasan serta pahala yang besar.
Dalam
riwayat sanad hadist yang lain juga disebutkan tentang jihad :
وَعَنْ سهْلٍ ابْن سعْدِ رضي الله عنه أَن
رسول اللهِ . صلعم . رِبَاطُ يَوْمِ فىِ سَبِيْلِ اللهِ خَيْرٌ مِنَ الدنْيَا
وَمَا عَلَيْهَا , وَمَوْضِعُ سَوْطِ أَحَدِكُمْ مِنَ اْلجَنَةِ خَيْرٌ مِنَ
الدُنْيَا وَمَا عَلَيْهَا , وَالرَوْحَةُ يَرَوهُهَا الْعَبْدُ فِى سَبِيْلِ
اللهِ تَعَالى أَوِ الْغَدْوَةُ خَيْرٌ مِنَ الدنْيَا وَمَا عَلَيْهَا . متفق عليه
.
Sahl
bin Sa’ad r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: penjaga garis depan
perjuangan fi sabilillah sehari saja lebih baik dari keuntungan dunia seisinya.
Dan tempat pecut salah seorang dari kamu di sorga lebih berharga dari dunia
seisinya.Dan pergi berjuang pada pagi hari atau sore fi sabilillah lebih baik
dari kekayaan dunia seisinya.( Buchari, Muslim ). [4]
Nabi
mengilustrasikan shaf terdepan ketika perang di jalan Allah yakni
bagaikan keuntungan yang melimpah melebihi dunia dan seisinya. Berbeda dengan
melimpahnya harta dan kekayaan duniawi yang akan habis dengan kuasa Allah
ketika Allah telah berkehendak untuk kenudian diambil dari tangan pemiliknya,
akan tetapi tidak pada pahala serta derajat mujahid disurga yang melebihi
apapun berharganya dan telah dijanjikan Allah kepada hambaNya. Perlu diketahui
masih banyak hadis-hadist Nabi saw yang menguraikan adanya perintah, keutamaan,
serta imbalan pahala yang besar bagi seorang mujahid yang ikhlas berperang
mengorbankan nyawa, harta, serta kehormatan dan apapun yang dimilikinya demi
kepentingan umat islam berperang dijalan Allah. Kemudian, selanjutnya akan
diuraikan kembali salah satu dari sekian banyak hadist tentang jihad, yakni:
وَعَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْل الله صلى
الله عليه وسلم . مَا مِنْ مَكْلُوْمٍ يُكْلَمُ فِى سَبِيْلِ اللهِ إِلا جَاءَ
يَوْمُ الْقِيَامَةِ وَكَلْمُهُ يَدْمِى اللوْنُ لَوْنُ دَمٍ , وَالرِيْحُ رِيْحُ
مِسْكٍ . متفق عليه .
Abu
Hurairah r.a berkata: Rasulullah saw bersabda: Tiada orang terkena luka
fisabilillah, melainkan dating pada hari kiamat sedang lukanya masih berdarah,
warnanya merah darah dan bau kasturi.( Buchari, Muslim ).
Huruf
Nafi ( ma ) dalam pengertian bahwa mentiadakan sesuatu atas
yang lain menunjukkan bahwa tidak ada sesuatu yang lain yang diibaratkan
oleh yang ditumpu, yakni seseorang yang telah berjihad di jalan Allah melainkan
dia datang pada yaumul akhirdengan wangi darahnya bagaikan minyak
kasturi serta berwarna merah segar yang penulis asumsikan bahwa itu merupakan
bentuk darah semangat serta rasa pasrah dalam bingkai pengorbanan dimana tidak
ada visi serta misi lain selain berperang melawan kaum yang telah menentang
agama Allah dan kaum-kaum yang mengolok-olok, dan tidak mau diajak pada jalan
yang lurus. Mungkin pembaca bertanya, “Apa keistimewaan orang yang mati syahid
itu jika mengingat bahwa orang-orang saleh lain pun akan masuk surga ?” salah
satu keistimewaannya, adalah orang yang mati syahid itu akan dijamin masuk
surga begitu dia mati. Hal itu sebagai suatu kemuliaan baginya. Nabi sendiripun
menerangkan mengenai kedudukan orang yang mati syahid tersebut dengan sabdanya
yang diriwayatkan oleh ibnu majah :
“Bumi itu tidak akan kering dari darah
orang yang mati syahid, sampai dia diburu oleh kedua bidadari, yang keduanya
seakan-akan yang menyusui mereka, melindungi dan menyayangi anak asuhnya
disuatu tanah yang luas, sedang pada tangan keduanya terdapat pakaian yang
lebih baik daripada dunia dan isinya. “
Hadist tersebut menunjukkan bahwa mati
syahid itu akan langsung masuk surga begitu dia mati. Nabi Muhammad saw pun
pernah memberitahukan, bahwa dimuktah orang-orang yang mati syahid itu terlihat
oleh beliau berada di ranjang-ranjang surge yang terbuat dari emas.
Dari ketiga hadist di atas yang diriwayatkan oleh muttafaqun ‘alaih, tentunya kita sebagai calon-calon pakar
hadist sudah mengetahui kehebatan beliau-beliau sehingga para Ulama menjadikan
hadist-hadistnya sebagai rujukan keilmuan, pengetahuan serta asumsi hukum terhadap sesuatu baik yang ada pada
zaman kontemporer maupun klasik. Jika pembaca memerlukan literature
untuk membuktikan pernyataan penulis diatas maka dapat disuguhkan kata-kata Ibn
Katsir, bahwa :
كِتَابُ الْبُخَارِي الصحِيْحِ , يَسْتَسْقِىْ بِقِرَاءتِهِ
الْغَمَامِ , وَاَجْمَعَ عَلَى قَبُوْلِهِ وَصِحةَ مَا فِيْهِ اَهْلُ الاِسْلاَمِ
. “Kitab Shahih Bukhari itu dapat dipakai meminta hujan dengan
membacanya, dan para pakar islam sepakat untuk menerima dan menyatakan
keshahihannya”.[5]
مَا تَحتَ اَدِيْمِ السَمَاءِ اَصَح مِنْ
كِتَابِ مُسْلِمٍ
“Tak ada dibawah peta langit suatu kitab
yang lebih shahih dari pada kitab shahih muslim. “[6]
Tidak sekedar mengusung hadist serta
mengutip makna yang tersirat, penulis juga ingin memaparkan pendapat terkait
peletakan makna jihad serta asumsi apakah harus benar-benar dilaksanakan dan
cocok untuk di aktualisasikan dalam kehidupan ini ataukah sebaliknya. Menurut kita sebagian ummat Nabi yang telah
mendukung sepenuhnya terhadap perlakuan yang membenarkan jihad untuk membela
agama islam yakni ibadah jihad mempunyai nilai yang tidak tertandingi oleh
ibadah lainnya. Disisi Allah, ibadah jihad mempunyai timbangan amal yang sangat
berat. Abu Hurairah ra mengatakan tentang seorang laki-laki Sahabat Rasulullah
saw yang melewati suatu daerah yang pada tempat itu terdapat sebuah mata air
kecil yang mengandung air yang segar. Dia berkata “Mungkin ada baiknya aku
berdiam seorang diri di sini, tidak bercampur dengan orang lain ? Akan tetapi
aku tidak akan melakukan ini tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada
Rasulullah saw.” Lalu orang itu dilaporkan kepada Rasulullah saw maka bersabdalah
Rasulullah saw :
“Jangan kamu lakukan itu, sebab makom dari
salah seorang dari kamu di jalan Allah Fi sabilillah lebih utama dari pada
shalat dirumah sebanyak 70 tahun.Apakah kamu sekalian tidak ingin diampuni dosa
oleh Allah swt. Dan dimasukkaan kedalam surge ?pergilah berperang dijalan Allah
selama berhentinya anak sapi menyusui (sebentar saja) maka wajib baginya masuk
surge.” (HR. Imam
Tirmidzi, menurutnya hadist ini hasan. Dalam riwayat imam hakim, disebutkan
bahwa hadist ini Shahih sesuai dengan syarat keshahihan Imam Muslim)
Jihad memerlukan kekuatan mental serta
kesiapan jiwa untuk dapat dijadikan pondasi serta dasar utama dalam perjuangan
serta pengorbanan yang besar tersebut menurut penulis, melihat sikap para kaum
muslim yang telah mengidap penyakit Wahn akut, yakni cinta mati terhadap
harta, duniawi, serta mengabaikan jauh kepentingan ummat islam dan perkembangan
islam sendiri. Sejarah telah mencatat adanya hal tersebut sekarang dan masa
depan dibuktikan dengan adanya hadist Nabi yang mengisyaratkan Bahwa ummat
islam akan diibaratkan buih ditengah lautan diamana penyakit cinta dunia akan
diutamakan dan diunggulkan dibandingkan dengan pembelaan terhadap islam.
C. Argumen Pihak Kontra Jihad
Dalam
konteks ini penulis juga memaparkan ketidaksetujuan terhadap jihad serta
diharuskan untuk menunjukkan kecondongan-kecondongan kepada pihak kontra jihad
dengan melontarkan argumentasi-argumentasi yang juga sama kuat dengan pihak
pro. Penulis disini mengutip makna hadist yang berbunyi :
Al sukuni meriwayatkan dari
Abu ‘Abdillah Al Shadiq (a.s.): ketika Rasulullah saw, melihat pasukan* yang
kembali dari sebuah peperangan beliau bersabda: “selamat dating, wahai
orang-orang yang telah melaksanakan jihad kecil, dan masih harus melaksanakan
jihad akbar.” Ketika orang-orang tengah bertanya tentang makna jihad akbar itu,
Rasul saw menjawab: “Jihad melawan diri sendiri (jihad al nafs).”[7]
Dari hadist diatas,
kita dapat mengetahui bahwa manusia mempunyai dua dunia dan kehidupan yakni dunia
duniawi yang melibatkan kegiatan-kegiatan jasmaniyah dan yang kedua,
adalah dunia batiniyah yang tak tampak oleh alat indera.Dalam kebatiniahan ini manusia mempunyai
beberapa pembagian maqam yang salah satunya terdapat penjaga yang
mendorong kepada daya-daya intelektualitas dan keilahiyan, daya ini akan
membawa manusia pada husnul akhlaq dan perbuatan-perbuatan agung dalam
dunia. Ada juga kelompok maqam yang lain yang buruk dan hina sehingga
mengundang menuju dunia kegelapan paling rendah dan tercela. Selalu ada pertempuran
antara kekuatan-kekuatan tersebut yang telah menjadikan eksistensi manusia
sebagai medan pertempuran antara kedua kubu tersebut, jika dalam diri seseorang
eksistensi kebaikan ilahiyah dan intelektualis menguasai jiwa atau pola pikir
seseorang maka akan menghasilkan kekuatannya sebagai makhluk yang mulia, bijak,
mencapai tinggi derajat orang sukses dalam mendidik dirinya sendiri, namun
apabila sebaliknya kekuatan kegelapan dan kebodohan menyelimuti sampul pribadi
seseorang maka ia akan terbentuk menjadi makhluk yang keji, pembangkang
syari’at serta dekat dengan pola pikir orang-orang kafir quraiys, setidaknya
ini adalah seklumit pendapat penulis.
Selanjutnya penulis akan mengungkapkan
derajat-derajat pada bentuk adanya manusia yang telah diciptakan oleh Allah swt
untuk setiap jiwa-jiwa manusia, yaitu :
1.
Derajat pertama: Jihad Diri
dalam Dunia Lahir
Ketahuilah bahwa
tahapan terendah adalah eksistensi lahiriyah dan duniawi yang mencakup
tingkat-tingkat awal perkembangan manusia, dari sini lah dalam tubuh manusia terlahir
pasukan kebaikan dan keburukan. Kompetensi kedua kelompok akan menentukan hasil
yang positif ataukah negativ pada diri seseorang, tempatnya ada tujuh yang
merupakan penginderaan dari sebagiannya yakni : telinga, mata, mulut,
perut, alat kelamin, tangan dan kaki. Seluruh Fakultas tersebut tersebar dalam
tubuh manusia. Kemampuan imajinasi (daya khayal) adalah fakulltas jiwa yang
paling penting dan paling urgen, karna fikiran dan imajinasi sangat berperan
pada tindakan dan sikap emosi dalam diri seseorang baik yang terlihat atau
tidak. Jika fakultas pemikiran itu mengendalikan seluruh fakultas yang lain
pada keburukan, maka semuanya akan mengarahkan pada syetan dan seluruh
eksistensi kehidupan manusia akan menjadi pergaulan syetan seluruh kekuatan-kekuatan
kebaikan akan tunduk pada penguasaannya sehingga tak terbuka pengaruh-pengaruh
baik sekalipun disadari karna telah menghambakan keburukan. Namun, jika
kekuatan-kekuatan kebaikan, keimanan serta kebajikan menjadi penguasa bagi
fakultas yang lain, maka dapat kita ketahui seluruh bentuk aturan syar’i dan
keilahiyan yang akan berdominasi dalam akal.
Maka, dari situlah kita
dapat memahami bahwa kepentingan jihad diri seseorang lebih
penting daripada mati dijalan Allah, karna kesulitan derajat jihad fi
sabilillah berlipat ganda dari jihad dari jihad diri. Sehingga, penulis di sini dapat
mengungkapkan, «bertindaklah pada hal kecil dan maksimalkanlah
diri sendiri sehingga membuka kesiapan diri untuk yang lebih besar ».
Tahapan untuk
mengoptimalkan jihad diri, antara lain dapat ditempuh langkah berikut[8] :
a)
Perenungan (tafakur)
Disini tafakkur
digunakann dalam arti meluangkan waktu walaupun hanya sedikit untuk sejenak
merenung tentang tugas-tugas kita sebagai Hamba Allah, tentang kodrat kita
sehingga diciptakan sebagai manusia, tentang maksud Allah menganugerahkan kita
berbagai kenikmatan lahir dan batin, telah menganugerahkan kita kelengkapan
kebutuhan dalam hidup seperti kelengkapan-kelengkapan fasilitas tubuh dan lain
sebagainya. Selain itu, tafakkur terhadap pengutusan Nabi dan Rasul, yang telah
mengajarkan kita arti dari islam dan cara memporeloh rahmat Allah swt, karna
tanpa hal itu akan menjadikan kita manusia yang tak ber etika dan ber estetika.
Maka apakah kewajiban kita terhadap Allah sang maha agung dari
segalanya ? apakah seluruh hamba-hamba pilihan Allah yang mulia tersebut
yang memerintahkan kita untuk mengerjakan perintahNya dan meninggalkan
sifat-sifat hewaniyah tersebut adalah musuh manusia ?
Wahai para pembaca,
pada dasarnya kita harus merenungkan bahwa tujuan hidup untuk memperoleh
kehidupan dunia adalah sangat rendah derajatnya, karna pada hakikatnya anugerah
dan rahmat Allah swt kita akan lebih bermakna untuk penggunaan
maslahat-maslahat perintah dan kesejahteraan kita dirumah yang sebenarnya yakni
didalam akhirat. Sepatutnya kita berkata pada diri kita : ‘wahai kau
tubuh yang berlumur lumpur dosa, kau telah menyia-nyiakan hidupmu sekian umurmu
yang singkat hanya untuk mengejar kesenangan duniawi yang tak abadi diiringi
hawa nafsu yang membuatmu lupa akan adanya banyak penyesalan atas
perbuatan-perbuatanmu selama ini, kau harus memulai perjalanan baru kearah
tujuan yang telah digariskan oleh Nya, pergunakan waktumu untuk kehidupan yang
menjanjikan kenikmatan, kesenangan, keindahan hidup yang sangat abadi. Tidak
usah membeli kenikmatan-kenikmatan singkat, karna kau tau ? kenikmatan itu
tidak akan sebanding dengan penyiksaan dan penderitaan yang kau terima
kelak .
b) Tekad atau kehendak (‘Azm) dan kesungguhan
Langkah selanjutnya yang harus dilewati
oleh orang yang berjuang untuk mencapai kebaikan ruhaniyah adalah tekad atau
kesungguhan.Ini berbeda dari karsa (iradah), yang oleh Syeikh Al Rais
Ibnu Sina dalam Al Isyarat, dianggap sebagai langkah pertama ‘Irfan.
Beberapa Ulama besar kita juga menyatakan nahwa: ‘kehendak dan kesungguhan
adalah esensi kemanusiaan dan criteria kebebasan manusia. Perbedaan tingkat
derajat manusia adalah sesuai tingkat kesungguhannya masing-masing individu.’
Langkah Ini adalah
sama dengan meletakkan fondasi yang baik bagi setiap manusia, semisalkan:
kesungguhan untuk menghilangkan dosa-dosa dimasa lalu, memperbaiki kualitas
keimana diri, melaksanakan seluruh kewajiban dan meningkatkan pekerjaan yang
dianjurkan, dan akhirnya kesungguhan untuk bersikap layaknya manusia yang
berakal, yaitu ia harus berpeilaku sesuai hokum yang berlaku sehingga ia
mencapai derajat manusia yang sejati.
c) Pengkondisian diri (‘Musyarathah), penkondisian
diri, perenungan, dan
penilaian-penilaian diri adalah prasyarat-prasyarat utama sebagai seorang
mujahid pencari kebenaran dalam dirinya. Pengkondisisn diri maksudnya adalah
ketetapan hati untuk tidak melakukan apapun yang dilarang Allah swt. Disebut musyarathah,
misalnya “aku tidak akan melanggar hokum Allah swt hari ini”. Suatu bentuk tipu
muslihat iblis hari ini, cobalah untk bersungguh-sungguh menerapkan hal itu
selamanya, Inilah bentuk perlawanan terhadap iblis yang berusaha mempengaruhi
kita, sehingga sedikit-demi sedikit kita dapat mengendalikan pasukan-pasukan
iblis penghuni neraka.
d) Menjaga diri dari keburukan (muraqabah),
dalam tahap musyarathah, seorang mujahid terpusat pada setiap
perbutan-perbuatnnya, perjuangan yang harus terus berlanjut untuk dapat
menepati janji memperbaiki diri, menganggap bahwa bisikan iblis selalu dating
tanpa henti dalam proses hidup. Dengan mengakui seluruh anugerah dan rahmaNya,
seorang mujahid tidak akan pernah benhenti beribadah karna ia menngaggap
pemberianNya lebih dari apapun yang dia lakukan. Suatu pembuktian apakah dia
telah jujur atau tidak pada sang Khaliq yang hanya kepadanya setiap manusia
bertanggung jawab. Dan sadarlah bahwa kau telah maju satu langkah derajat
kemuliaan yang menjadi perhatianNya. Hal ini akan membawanya pada kebiasaan-kebiasaan
orang shaleh. Jika sekali dia tergelincir oleh bisikan iblis, semoga secepatnya
Allah kembali meluruskanmu.
e) Mengingat Allah ( Tadzakkur ), satu
hal yang perlu diingat oleh mujahid nafs ketika ia tengah mendengar bisikan
iblis adalah mengingat Allah swt secara terus menerus. Mengingat Allah adalah
mengingat dan menyadari seluruh pemberianNya sehingga ia menguatkan keinginan
untuk berterimakasih yang pada dasrnya itu adalah ungkapan alamiyah yang telah
ada dalam setiap manusia.
Medan perang yang lebih besar dari
menghadapi 1000 musuh didepan mata yang tengah menggilas pedangnya, adalah
perang melawan dirimu sendiri, dunia gaib dalam diri dan tingkat kedua jihad
ini.
2.
Derajat Kedua : Jihad Diri dalam Dunia Batin
Jiwa manusia memiliki
wilayah kekuasaan spesifik dan memiliki dimensi yang spesifik pula yang
menempati derajat lebih tinggi. Eksistensi kekuatan-kekuatan lahiriyah yang
disana merupakan medan pertempuran dan seleksi alam antara kekuatan-kekuatan
ilahiah dan kekuatan setan yang powernya akan menentukan mana yang akan
mendominasi. Semua yang lahir dari dunia lahiriyah mengalir ke dunia gai bini
dan diaktualisasikan disini. Kekuatan apapun yang menang disini entah itu
kekuatan kebaikan atau setan pasti akan menang didunia lahir pula. Karena itu,
jihad diri sendiri sekali ditekannkan lebih penting bagi seorang pemikir besar.
Disinilah tempat penentu dari adanya kebahagiaan, kesedihan, sumber kenaikan
dan kemuliaan atau kerendahan dan kerusakan diri. Maka, dalam hal ini manusia
mesti benar-benar sadar diri selama melaksanakan jihad ini.Ketika kekuatan
ilahiyah telah tunduk dan takluk, serta kekosongan diri telah diisi oleh
pasukan iblis, maka saat itulah manusia telah mengalami kerugian yang tak akan
pernah diperbaiki lagi. Bahkan syafaat pun tidak dapat menolongnya, sehingga bisa jadi ia akan
memusuhi orang-orang yang memintakan ampun.
Seluruh bentuk siksaan didunia ini bukanlah
apa-apa dibandingkan dengan penderitaan yang harus dialami di hari akhir kelak.
Pandangan yang biasa terjadi pada manusia bahwa setiap perbuatan baik tidak
akan langsung terlihat sehingga membuat mereka menyepelekan kebaikan yang
benar-benar nyata.
Sesungguhnya adalah surge dan neraka bagi
segala macam perbuatan itu ada dan lebih penting dari jannah liqa’
(surge pertemuan dengan Nya) dan jahannam al firaq (neraka pemisahan
dariNya), ini dianggap penting namun tersembunyi dari dari pandangan mata
kita.Semua riwayat mengenai perbincangan tentang surge dari moralitas dan
perbuatan baik, dan juga neraka dari moralitas perbuatan buruk dan benar adanya
tentang keadaan-keadaan lain disini.
Mintalah perlindungan
dari Allah, yang maha pengasih lagi maha penyayang dengan doa dan ratapan
rendah menyadari akan kodratmu yang benar-benar terlihat hina sehingga Dia melindungimu
dalam perang suci melawan diri jasmaniyah mu hingga dirimu memperoleh
kenikmatan, serta kemenangan, dan wilayah-wilayah hatimu terbebas dari
pengaruh-pengaruh buruk.
Kekuatan-kekuatan batin
Perlu kita ketahui bahwa Allah telah menciptakan beberapa daya dan
fakultas dalam dunia gaib batin manusia, yang semuanya bermanfaat luar biasa
bagi kita. Yaitu: Al Quwwah Al Wahmiyah (daya imajinasi atau
penciptaan), al quwwah al ghadabiyah (daya nafsu atau amarah), al
quwwah al syahsyiyah (daya syahwat) masing-masing dari kekuatan tersebut
cukup memberikan manfaat dalam kehidupan manusia seperti kelestarian species
manusi, dan terjadinya ketertarikan manusia terhadap dunia ini maupun akhirat
yang telah dibahas cukup panjang oleh para ulama kita. Yang terpenting adalah,
bahwa kekuatan-kekuatan tersebut adalah sumber dari terciptanya sifat-sifat
baik ataupun buruk dan seluruh bentuk kekuatan gaib yang tinggi. Ringkasnya
adalah, manusia merupakan makhluq terindah yang diciptakan Allah dari
kesemuanya, sehingga para filosof dan ilmuwan terkadang merasa takjub dengan
cara kerjanya yang sempurna dari ketiga kekuatan tersebut. Ketiga kekuatan itu
juga akan menentukan bentuk yang akan terjadi pada diri manusia kelak di alam barzakh
mapun pada hari akhir, jika diri dan batinnya bersifat manusia maka penampilan
samawinya juga akan tampak seperti manusia, namun jika diri batinnya dikuasai
oleh quwwah as syahsiyah dan sifat kebinatangan, maka samawinya juga
akan menyerupai binatang buas.
Bentuk terakhir ketika manusia mengalami kematian,
maka itulah bentuknya ketika didalam hari akhir karena ketika jiwa terpisah
dari tubuh jasmaninya pada keadaan dan bentuk itulah manusia memasuki alam
barzakh. Allah sendiri telah berkata bahwa dihari akhir beberapa orang akan
bertanya kepadaNya mengapa ia membangkitkannya dalam keadaan buta tanpa
mengetahui keadaan yang terjadi padanya padahal mereka mempunyai mata ketika
akan meninggal. Allah akan menjawab bahwa karena mereka tidak memperhatikan tanda-tandaNya
yang nyata didunia maka diapun melalaikan dan tidak memperhatikan mereka.
Wahai engkau manusia pribadi yang malang, kau hanya
memiliki penglihatan lahiriyah, karna pada hakikatnya batinmu telah buta
sehingga engkau tidak dapat melihat kuasaNya dan kekuatanNya dank au baru
menyadari kebutaanmu itu saat ini ketika waktu telah ada diujung tanduk, dimana
tidak ada lagi kesempatan yang lebih lama lagi untuk memperbaiki yang salah.
Jadikanlah bentukmu manusia sehingga dialam barzakh
engkau terbentuk layaknya makhluq yang paling sempurna, dan ketika itu engkau
bebas meninggikan dirimu.
Bagaimana mengatur Naluri Manusia
Ketiga kekuatan, wahm ( daya imajinasi dan
penciptaan), (konsep-konsep), ghadab (daya amarah atu nafsu), dan yang
ketiga yaitu syahwah (syahwat) juga memilki aspek ilahiyyah, dan dapat
membawa pada kebahagiaan dan keselamatan bagi manusia juga akan berubah
sebaliknya, tergantung sebaik apa ia dapat mengatur ketiga kkekuatan tersebut
sehingga masih dalam koridor Allah ataukah berubah keluar dari hal itu. Bukan
rahasia lagi jika para Rasul dan Nabi-nabi Allah meminta untuk mengubah serta
membunuh ketiga kekuatan daya tersebut tetapi Allah tidak pernah memusnahkannya
akan tetapi memerintahkan mereka untuk menyusun strategia agar dapat mengekang
agar dakya-daya tersebut dapat tunduk dan berjalan diatas hokum-hukum Allah
swt.
Para Rasul saw diutus kedunia agar dapat membrikan
petunjuk bagi manusia agar mereka dapat menjauhkan manusia dari sifat-sifat
keterlaluan dan berlebihan sehingga manusia dapat melangkahi kehidupan diatan
norma hokum yang telah ditentukan Allah.
Cara mengekang khayalan dan imajinasi
Imajinasi ibarat burung yang selalu terbang bebas
sesuka hatinya dan singgah dipohon-pohon sekehendaknya, dalam terbangnya ia
akan menemukan kemalangan. Khayalan adalah salah satu media syetan dan iblis dalam memperalat
manusia sehingga ia takluk dibawah kendalinya, ia selalu berusaha memikat
manusia untuk melakukan hal-hal yang tidak senonoh.
Seorang mujahid nafs yang telah berpegang teguh pada
komitmen yang dibuatnya harus benar-benar bersungguh-sungguh untuk mensucikan
dirinya sehingga ia selalu terfokus untuk selalu mengekang imajinasinya agar
tidaklah terbang kemana-mana sehingga melewati batas, dan selalu mengarahkannya
pada gagasan-gagasan yang mulia dan tinggi. Pada dasarnya semuanya akan tampak
sangat sulit karna pasukan iblis selalu memperlihatkan keindahan pada yang
buruk dalam melaksanakan misinya mencari pasukan menuju neraka Allah swt.
Penilaian dan penghitungan manfaat dan mudharat
Suatu hal yang perlu dikuti dengan benar adalah penilaian dan
penghitungan kebaikan dan keburukan yang harus benar-benar ditimbang dengan
baik tentang manfaat dan kemudharatannya.Seorang manusia yang berakal harus lah
menimbang untung ruginya suatu perbuatan buruk yang merupakan hasil dari
syahwat, amarah, imajinasi yang berada dibawah kendali iblis.
Penulis menilik argument-argumen para pihak kontra yang disertai setting
opini penulis pula yang mengungkapkan bahwa ummat islam terlebih dahulu secara
tidak terbaca sebelumnya haruslah menciptakan ketentraman dirinya dalam
beragama yakni dengan jihad melawan hawa nafsunya, karna memaknai hadist yang
telah disampaikan Rasulullah saw bahwa perang paling besar dalam diri manusia
adalah melawan kekuatan daya yang ada pada dirinya sendiri dibandingkan
berperang dihadapan musuh dalam medan yang panas. Logika penulis adalah bahwa
setiap perbuatan yang besar tidak luput dari peran yang kecil, artinya sebuah
jihad berperang dijalan Allah tidak akan berangkat dari manusia-manusia yang
kalah terhadap iblis yang secara terang-terangan mengidap dibalik alam bawah
sadarnya. Kita ketahui bahwa kehidupan kita setiap waktu belum tentu dapat kita
ukur menuju arah yang lebih baik atau tidak, kita bisa mengurangi jumlah pasukan
iblis ataukah tidak.Pendek pikiran, lalu apakah tidak terdapat kejanggalan jika
kita menyerukan jihad melawan orang-orang kafir sementara iblis dalam hati kita
masih masih setia bersarang. Menurut penulis sendiri pengertian jihad tidak
hanya berperang menabuh genderang, menyisihkan sebagian harta kita demi
kemaslahatan ummat islam juga merupakan jihad, tidak hanya itu, usaha untuk
menggali ilmu pengetahuan islam dalam ala qauran dan hadist itu pula termasuk
jihad dalam meningkatkan intelektualisme dikalangan pemikiran islam karna tipu
muslihat orang-orang kafir yang ingin menghancurkan kesatuan islam karna
ketakutan mereka terhadap kaumnya yang akan mencintai islam, juga karna
kebodohan ummat islam yang tidak dapat menerawang strategi kaum kafir.
Penulis sedikit ingin berargumen tentang pengertian
umum dari balik makna jihad, tentunya kita sebagai akademisi yang berdialektika
tidak hanya mencerna makna jihad harus literlek pada teks makna yang tersirat
dalam al Quran karna masih banyak bentuk perluasan makna yang dapat diambil
dari kritis social dan konteks yang terjadi dalam masyarakat kita, menyerukan
jihad perlu banyak pertimbangan-pertimbangan yang matang termasuk dari kepala
Negara yang berkuasa, terutama dalam membantu sesame muslim kita yang tengah
menginginkan keharmonisan hidup. Penulis pernah mendengar pidato penguasa
negeri tertindas seperti Israel bahwa mereka tidak menginginkan kehancuran yang
sama pada kaum muslim didaerah daulah islamiyah yang lain sehingga juga
menimbulkan ketegangan social diantara semua negeri muslim dan kafir sehingga
bukan penyelesaian yang berujung kedamaaian yang akan didapakan akan tetapi
menimbulkan dendam api baru diantara banyak negeri muslim sementara islam
adalah agama yang menjungjung tinggi toleransi atas ketenangan umat beragama
yang lain.
Selanjutnya, penulis mengungkapkan bahwa dalam islam tidak megajarkan
paradigma fundamentalis, radikal dan liberalis ataupun yang paling ringan
adalah kelompok moderat. Islam yang mencintai dan berpegang teguh terhadap
ajaran Rasulullah saw yang bersih dari pengaruh-pengaruh kaum kafir tidak ada
kotak-kotak atau garis-garis pembeda antar sesame kaum muslim karna Rasulullah
saw selalu menghimbau kepada kita untuk selalu menyatukan banyak perbedaan demi
kekuatan kesatuan islam.
Menurut hemat kami, label jihad yang ada
ditengah-tengah konteks pembicaraan Negara kita saat ini hanyalah bentuk
strategi kaum kafir yang telah mengubah mindset orang muslim untuk
berparadigma bahwa islam wajib tegas, radikal, liberal bahkan anarkis sehingga
bersampul teroris dan peka terhadap ancaman-ancaman ummat beragama lainnya yang
bermotif mengahnacurkan islam atau perlakuan kaum musuh dalam selimut (syi’ah
ekstrem)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
ü Jihad merupakan aktivitas yang unik, menyeluruh,
dan tidak dapat dipersamakan dengan aktivitas lain sekalipun sama-sama
aktivitas keagamaan, karna penulis mengaganggap jihad mempunyai nilai
tersendiri. Tidak ada satu amalan keagamaan yang tidak disertai dengan jihad.
Dan jihad paling kecil yang wajib dilakukan oleh setiap orang mukmin adalah
jihad melawan hawa nafsunya sendiri yang mengajak pada kecelakaan dan
kesengsaraan hidup.
ü Seorang mukmin pastilah mujahid, dan tidak
perlu izin atau restu untuk melakukannya. Ini berbeda dengan orang munafik.
Seperti keterangan dalam surat QS At Taubah ayat 44 dan ayat 81 dimana terdapat
penjelasan bahwasanya mukmin adalah mujahid, karena jihad merupakan perwujudan
identitas kepribadian muslim.
ü Janganlah terlalu memperbesar pendugaan
bahwa yang meninggal dimedan juang sebagai orang-orang mati. Tetapi mereka
hidup memperoleh rezekinya disisi Allah swt.( QS. 3. : 169). Karena jihad
adalah perwujudan kepribadian.Amaka tidak dibenarkan adanya jihad yang
bertentangan dengan fitrah kemanusiaan.Bahkan bila jihad dipergunakan untuk
memaksa berbuat kebatilan. Harus ditolak sekalipun diperintahkan oleh kedua
orang tua.
ü Mareka yang berjihad pasti akan diberi
petunjuk dan jalan untuk mencapai cita-citanya.
Kritik Dan Saran
Kritik dan saran sangat dibutuhkan oleh penulis
semata-mata untuk perbaikan dan evaluasi ilmiah karya selanjutnya.Kami sebagai
penulis mengharapkan saran yang sangat membangun, bukan hanya sekedar ocehan
tanpa rasional.
DAFTAR PUSTAKA
Khomeini, Imam. 1989. 40 Hadist Nabi saw
atas Hadis-hadist Mistis dan Akhlaq. Bandung: Mizan IKAPIhah,
Abazhaah,
Nizar. 2010. Sekolah Cinta Rasulullah (Kisah Suka Duka Generasi Muslim
Pertama). Jakarta: Zaman
Syafe’I,
Rahmat. 2010. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung : CV. Pustaka Setia
Al Baisyuni, Ahmad. 1994. Syarah Hadist,
Cuplikan dari Sunnah Nabi Muhammad saw. Bandung: Trigenda Karya
Azzam, Abdulllah. 2001. Membela negeri
Kaum muslimin.Islamabad: Dar Al Aman
Nasib Ar Rifa’I, Muhammad. 1989.Ringkasan
Tafsir Ibnu Katsir.Jakarta: Gema Insani.
Syihab, Qurays. 1996. Wawasan
Al Quran. Bandung : mizan
[1]
Quraisys Shihab. Wawasan Al Quran. Hlm 501
[2]
DR. syeikh Abdullah Azzam. Jihad membela negeri Kaum Muslimin.Islmabad. Hlm
97
[3]
Bahreisy, Salim .Terjemah Riyadlus Shalihin karya Imam Nawawi.Hlm . 270
[4]Ibid.
hlm. 271
[5] Al
Baisyuni, Syeh ahmad. Syarah Hadist: Sunnah Nabi Muhammad saw. Hlm. 27
[6]
Ibid hlm 27
[7]
Imam Khomeini. 40 hadist. Hlm 11
[8]
Ibid hlm 12