Jumat, 26 Desember 2014

MAKALAH TENTANG QUNUT

HADITS TENTANG QUNUT

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Qunut adalah mengharap doa kepada allah namun disini banyak perbedaan dagan VI madzab dalam hal pelaksanaannya ada yang sebelum ruku’ dan ada juga yang sesudah ruku’.




B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian qunut ?
2.      Apa pendapat qunut VI madzhab ?
3.      Mengapa terjadi perbedaan pendapat ?







C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian qunut ?
2.      Untuk mengetahui pendapat qunut VI madzhab ?
3.      Untuk mengetahui terjadi perbedaan pendapat ?




BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Qunut
Qunut adalah doa mengharap kepada allah swt. Dalam menolak budaya ataumendatangkan kebaikan yang pelaksanaannya dalam rangkaian pelaksanaan sebelum ruku’ atau sesudah ruku’ terakhir pada shalat yang dikerjakan. Bagi syfi’I dan maliki mengatakan bahwa hukum qunut adalah sunnah muakkad pada salat subuh, padasalat witir setiap tahun pada paruh kedua (malam ke-16) hingga akhirdan pada salat istisqa (mintak hujan).

2.      Menurut VI Madzhab
Pada dasarnya persoalan membaca qunut atau tidak dalam shalat shubuh telah menjadi perselisihan di kalangan ulama sejak generasi salaf yang shaleh. Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal, membaca qunut tidak disunnahkan dalam shalat shubuh. Sementara menurut Imam Malik dan Imam al-Syafi’i, membaca qunut disunnahkan dalam shalat shubuh.
Kedua pendapat tersebut, baik yang mengatakan sunnah atau tidak, sama-sama berdalil dengan hadits-hadits Rasulullah SAW. Hanya pendapat yang satunya berpandangan bahwa riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW tidak membaca qunut itu lebih kuat. Sementara pendapat yang satunya lagi berpendapat bahwa riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW membaca qunut justru yang lebih kuat. Jadi pandangan kaum Salafi-Wahabi yang mengatakan bahwa membaca qunut itu tidak ikut Rasulullah SAW adalah salah dan tidak benar. Nah untuk menjernihkan persoalan ini, marilah kita kaji dalil tentang qunut ini dari perspektif ilmu hadits.

Sebagaimana dimaklumi, pandangan Imam al-Syafi’i yang menganjurkan membaca qunut dalam shalat shubuh diikuti oleh mayoritas ulama ahli hadits, karena agumentasinya lebih kuat dari perspektif ilmu hadits. Terdapat beberapa hadits yang menjadi dasar Imam al-Syafi’i dan pengikutnya dalam menganjurkan membaca qunut dalam shalat shubuh.
Dalil pertama :
                                                                   
عَنْ مُحَمَّدٍ بْنِ سِيْرِيْن قَالَ قُلْتُ لأَنَسٍ هَلْ قَنَتَ رَسُولُ اللهِ فِى صَلاَةِ الصُّبْحِ قَالَ نَعَمْ بَعْدَ الرُّكُوعِ يَسِيرًا. - رواه مسلم في صحيحه

“Dari Muhammad bin Sirin, berkata: “Aku bertanya kepada Anas bin Malik: “Apakah Rasulullah
SAW membaca qunut dalam shalat shubuh?” Beliau menjawab: “Ya, setelah ruku’ sebentar.” (HR. Muslim, hadits no. 1578).

Dalil kedua :

.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا. (رواه أحمد والدارقطني والبيهقي وغيرهم بإسناد صحيح).

“Dari Anas bin Malik, berkata: “Rasulullah SAW terus membaca qunut dalam shalat fajar (shubuh) sampai meninggalkan dunia.

Hadits di atas juga dishahihkan oleh al-Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab. Beliau berkata: “Hadits tersebut shahih, diriwayatkan oleh banyak kalangan huffazh dan mereka menilainya shahih. Di antara yang memastikan keshahihannya adalah al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhi, al-Hakim Abu Abdillah dalam beberapa tempat dalam kitab-kitabnya dan al-Baihaqi. Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh al-Daraquthni dari beberapa jalur dengan sanad-sanad yang shahih.

Sebagian kalangan ada yang mendha’ifkan hadits di atas dengan alasan, di dalam sanadnya terdapat perawi lemah bernama Abu Ja’far Isa bin Mahan al-Razi. Alasan ini jelas keliru. Karena Abu Ja’far al-Razi dinilai lemah oleh para ulama ahli hadits seperti Yahya bin Ma’in, dalam riwayatnya dari Mughirah saja. Sementara dalam hadits di atas, Abu Ja’far meriwayatkan tidak melalui jalur Mughirah, akan tetapi melalui jalur al-Rabi’ bin Anas. Sehingga hadits beliau dalam riwayat ini dinilai shahih.


3.      Perbedaan pendapat VI MADZHAB

Pendapat imam madzhab dalam masalah qunut adalah sebagai berikut.
Pertama: Ulama Malikiyyah
Imam Malik Imam Malik mengatakan bahwa qunut itu merupakan ibadah sunnah pada shalat subuh dan lebih afdhal dilakukan sebelum ruku'. Meskipun bila dilakukan sesudahnya tetap dibolehkan. Menurut beliau, melakukan Qunut secara zhahir dibenci untuk dilakukan kecuali hanya pada shalat subuh saja. Dan qunut itu dilakukan dengan sirr, yaitu tidak mengeraskan suara bacaan. Sehingga baik imam maupun makmum melakukannya masing-masing atau sendiri-sendiri. Dibolehkan untuk mengangkat tangan saat melakukan qunut. 3. Imam As-Syafi'i ra Imam As-Syafi'i ra mengatakan bahwa Qunut itu disunnahkan pada shalat subuh dan dilakukan sesudah ruku' pada rakaat kedua. Imam hendaknya berqunut dengan lafaz jama' dengan menjaharkan (mengeraskan) suaranya dengan diamini oleh makmum hingga lafaz (wa qini syarra maa qadhaita). Setelah itu dibaca secara sirr (tidak dikeraskan) mulai lafaz (Fa innaka taqdhi ...), dengan alasan bahwa lafaz itu bukan doa tapi pujian (tsana`). Disunnahkan pula untuk mengangkat kedua tangan namun tidak disunnahkan untuk mengusap wajah sesudahnya. Menurut mazhab ini, bila qunut pada shalat shubuh tidak dilaksanakan, maka hendaknya melakukan sujud sahwi, termasuk bila menjadi makmum dan imamnya bermazhab Al-Hanafiyah yang meyakini tidak ada kesunnahan qunut pada shalat subuh. Maka secara sendiri, makmum melakukan sujud sahwi.
Mereka berpendapat bahwa tidak ada qunut kecuali pada shalat shubuh saja. Tidak ada qunut pada shalat witir dan shalat-shalat lainnya.
Kedua: Ulama Syafi’iyyah
Mereka berpendapat bahwa tidak ada qunut dalam shalat witir kecuali ketika separuh akhir dari bulan Ramadhan. Dan tidak ada qunut dalam shalat lima waktu yang lainnya selain pada shalat shubuh dalam setiap keadaan (baik kondisi kaum muslimin tertimpa musibah ataupun tidak, -pen). Qunut juga berlaku pada selain shubuh jika kaum muslimin tertimpa musibah (yaitu qunut nazilah).
Ketiga: Ulama Hanafiyyah
Disyariatkan qunut pada shalat witir. Tidak disyariatkan qunut pada shalat lainnya kecuali pada saat nawaazil yaitu kaum muslimin tertimpa musibah, namun qunut nawaazil ini hanya pada shalat shubuh saja dan yang membaca qunut adalah imam, lalu diaminkan oleh jama’ah dan tidak ada qunut jika shalatnya munfarid (sendirian).
Keempat: Ulama Hanabilah (Hambali)
Mereka berpendapat bahwa disyari’atkan qunut dalam witir. Tidak disyariatkan qunut pada shalat lainnya kecuali jika ada musibah yang besar selain musibah penyakit. Pada kondisi ini imam atau yang mewakilinya berqunut pada shalat lima waktu selain shalat Jum’at.
Sedangkan Imam Ahmad sendiri berpendapat, tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan qunut witir sebelum atau sesudah ruku’.
Inilah pendapat para imam madzhab. Namun pendapat yang lebih kuat, tidak disyari’atkan qunut pada shalat fardhu kecuali pada saat nawazil (kaum muslimin tertimpa musibah). Adapun qunut witir tidak ada satu hadits shahih pun dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan beliau melakukan qunut witir. Akan tetapi dalam kitab Sunan ditunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan Al Hasan bin ‘Ali bacaan yang diucapkan pada qunut witir yaitu “Allahummah diini fiiman hadayt …”. Sebagian ulama menshahihkan hadits ini. Jika seseorang melakukan qunut witir, maka itu baik. Jika meninggalkannya, juga baik. Hanya Allah yang memberi taufik. (Ditulis oleh Syaikh Muhammad Ash Sholih Al ‘Utsaimin, 7/ 3/ 1398).
Adapun mengenai qunut shubuh secara lebih spesifik, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin menjelaskan dalam fatwa lainnya. Beliau pernah ditanya: “Apakah disyari’atkan do’a qunut witir (Allahummah diini fiiman hadayt …) dibaca pada raka’at terakhir shalat shubuh?”
Beliau rahimahullah menjelaskan: “Qunut shubuh dengan do’a selain do’a ini (selain do’a “Allahummah diini fiiman hadayt …”), maka di situ ada perselisihan di antara para ulama. Pendapat yang lebih tepat adalah tidak ada qunut dalam shalat shubuh kecuali jika di sana terdapat sebab yang berkaitan dengan kaum muslimin secara umum. Sebagaimana apabila kaum muslimin tertimpa musibah -selain musibah wabah penyakit-, maka pada saat ini mereka membaca qunut pada setiap shalat fardhu. Tujuannya agar dengan do’a qunut tersebut, Allah membebaskan musibah yang ada.












BAB III
PENUTUP
Oleh karena itu, seandainya imam membaca qunut shubuh, maka makmum hendaklah mengikuti imam dalam qunut tersebut. Lalu makmum hendaknya mengamininya sebagaimana Imam Ahmad rahimahullah memiliki perkataan dalam masalah ini. Hal ini dilakukan untuk menyatukan kaum muslimin.



2 komentar: